06 Maret 2013

HUTAN KOTA

Contoh Site Plan Pembangunan Hutan Kota
Hadirnya Mahkota Hijau (nama hutan kota UI) di kawasan kampus UI Depok, paling tidak ada tiga stakeholder atau pihak yang kepentingan yang ikut berkiprah di dalam proses pembangunannya. Pertama adalah Institusi yang memiliki embanan tugas untuk melaksanakan pembangunan hutan kota, yaitu Dinas Pertanian dan kehutanan DKI Jakarta. Kedua adalah institusi pemilik kawasan yaitu Universitas Indonesia yang telah menyisihkan sebagaian lahannya, dan Ketiga adalah fihak-pihak perorangan, dan atau profesi, serta Lembaga Swadaya Masyarakat, Kelompok Mahasiswa, Pemuda/pelajar, Pramuka dan lainnya yang peduli terhadap kehadiran pembangunan kawasan kampus.
Keikutsertaan ketiga pihak berkepentingan tersebut, selain memiliki keinginan luhur untuk mewujudkan pembangunan hutan kota, juga ingin berkomunikasi, maupun berkoordinasi dalam hal informasi yang erat kaitannya dengan (a) perkembangan pembangunan Mahkota Hijau, (b) manfaat hijauan kampus, (c) sejauhmana pihak-pihak terkait lain ikut berpartisipasi, dan (d) hasil-hasil kajian atau riset atas peranan fungsi hutan kota sebagai salah satu bentuk pengendalian lingkungan fisik kritis perkotaan, serta atas jasajasanya sebagai penyangga lingkungan pendidikan tinggi.
Bahkan lebih menarik untuk diungkap, atas keinginan pengelola untuk mensosialisasikan hutan kota, baik kepada masyarakat secara luas, maupun kepada pengelola daerah khususnya di wilayah perkotaan. Berbagai bentuk informasi dimaksud, meliputi paparan visual melihat dari dekat hasil-hasil pembangunan hutan kota, maupun dalam bentuk suluhan (penyuluhan) atas jasa-jasa kehadiran pembangunan hutan di wilayah perkotaan.

Hutan Kota Dalam Kancah Pembangunan
Hutan dan kota, adalah dua kutub isu yang selalu menggelitik di dalam fenomena pembangunan dewasa ini, karena hutan mempunyai ekspresi kearah konservasi, sedangkan kota ekspresinya berupa ekspansi. Keduanya ternyata merentangkan benang merah dalam pembangunan yang berkesinambungan, antara jawaban atas tututan dan tantangan ruang dan waktu yang dihadapi.
Aspek strategis pembangunan Mahkota Hijau, secara konseptual memberikan pengertian atas aspek konservasi dan rehabilitasi lahan. Konservasi memberikan pengertian atas upaya penyelamatan, pelestarian, dan pemanfaatan optimal secara terkendali dan berkelanjutan, atas dasar peranan fungsi jasa bio-eko-hidrologis pepohonan hutan kota. Rehabilitasi lahan, merupakan upaya pemulihan lahan, melalui peningkatan dan atau perbaikan mutu peranan fungsi jasa hutan kota, agar terciptanya keseimbangan yang berarti dalam mengatasi fenomena lingkungan fisik kritis perkotaan.
Membangun kawasan hutan kota, memiliki pengertian mendayagunakan sumberdaya lahan (tapak) menjadi lebih potensial atas jasa-jasanya, bahkan manfaat sesuai dengan peranan fungsinya. Berdasarkan kaidah-kaidah konservasi, pengembangan jenis sesuai kondisi tapaknya, merupakan cara-cara yang harus ditempuh, karena keberhasilan pembangunan hutan kota, sangat ditentukan oleh strategi dan aplikasi pelaksanaannya, termasuk pemrakarsa dana oleh para stakeholder.
Mencermati atas pentingnya peranan fungsi jasa bio-eko-hidrologis pepohonan, memiliki kemampuan sebagai pengendali lingkungan fisik kritris perkotaan, penopang lingkungan pendidikan, tampaknya sosialisasi arti pentingnya peranan fungsi hutan kota, menjadi strategis kedudukannya dalam kancah keseimbangan pembangunan berwawasan lingkungan hidup, khususnya di lingkungan kampus.

Aspek Strategis Pembangunan Hutan Kota
Aspek strategis pembangunan hutan kota, pada dasarnya berbeda dengan bentuk kriteria kawasan hijau lainnya, karena hutan kota dicirikan oleh kriteria yang harus dipenuhi antara lain;

  1.  mempunyai luas minimal yaitu 0,25 ha,
  2. bentuk tegakannya vegetasi berkayu, beserta tumbuhan bawah, hingga membentuk satuan ekologik terkecil, serta memberikan kesan padang dan kenyamanan lingkungan,
  3.  terbentuknya pelapisan tajuk (strata), yang mencerminkan dinamika pertumbuhan hutan secara alami,
  4. mampu menyumbangkan atas peranan fungsi dan jasanya, serta mampu sebagai daya dukung mintakat kehidupan satwa liar.
Selain persyaratan hutan kota, bentuk kawasannya juga menjadi aspek strategis yang harus dipenuhi. Berdasarkan potensi, fungsi dan pengelolaanya, kawasan hijau di DKI Jakarta, dibedakan berdasarkan fungsi sebagai:
  1. kawasan hijau konservasi, untuk keseimbangan tanah dan air,
  2. kawasan hijau lingkungan industri, untuk melindungi masyarakat dari gangguan-gangguan polusi,
  3. kawasan hijau permukiman, untuk menjamin kenyamanan dan kesegaran lingkungannya,
  4. kawasan hijau koleksi untuk maksud-maksud tujuan serba guna, tumbuhan langka dan unik yang secara keseluruhan merupakan bagian dari kriteria bentuk kawasan hijau perkotaan.
Dalam kaitannya dengan lingkungan fisik kritis perkotaan, jasa ekologis pembangunan hutan-hutan kota menjadi strategis kedudukannya di DKI Jakarta. Meningkatnya kutub-kutub panas kota, dengan berbagai macam jenis cemarannya; pesat dan dratisnya penurunan airtanah dangkal yang diimbangi dengan semakin luasnya susupan (instrusi) air laut, serta meningkatnya jumlah limbah baik padatan maupun cairan yang cenderung menjadikan masyarakat lingkungan kampus merasa kurang nyaman. Dalam pada itu, jasa biologis komunitas pepohonan dalam bentuk hutan kota, diyakini oleh para ilmuwan (akhli biologis dan lingkungan), mampu mengendalikan dan melerai segala bentuk penyebab lingkungan fisik kritis perkotaan.
Hubungan timbal balik (saling interaksi) dalam suatu proses ekosistem, pada hakekatnya berawal dari tumbuhan yang mengandung hijau daun (khlorofil). Melalui perantaran khlorofil dan bantuan sinar matahari, tumbuhan mampu mengubah zat karbon dioksida (CO2) dari udara, air dari dalam tanah, dan menjadi karbohidarat (C6 H12 O6), ditambah dengan oksigen (O2), yang dikenal dengan proses fotosintesis. Proses fotosintesis (reduksi) merupakan proses yang paling menonjol di muka bumi ini, karena hampir semua jasad hidup akhirnya terbentuk melalui deretan reaksi biokomia. Satu hal yang paling esensial dari proses kimia tersebut, selain menghasilkan karbohidrat juga oksigen yang berfungsi dalam proses pernapasan (respirasi) bagi semua makluk hidup.
Potensi hutan kota dengan berbagai jenis tumbuhan, merupakan habitat dan sangtuari kehidupan satwa liar seperti burung, mamalia terbang, binatang melata dan beberapa jenis lainnya. Selain sebagai penyedia sumber pakan, juga merupakan wahana terjadinya matarantai makanan bagi kehidupan satwa liar. Dengan demikian pengertian satuan ekologik terkecil dalam batasan hutan kota menjadi jelas sebagai persyaratan yang harus dipenuhi, karena peranan fungsi ekosistemnya. Dalam siklus hidrologi, vegetasi dapat berperan dalam pengen-dalian air melalui proses infiltrasi, perkolasi melalui sistem perakaran pepohonan, hingga terjaminnya pelestarian air tanah dalam (ground water) yang sangat esensial dalam pengaturan secara alamiah. Pada musim hujan besaran laju limpasan air dapat dikendalikan oleh jajaran pepohonan yang rapat, hingga luapan air akan tercegah, namun sebaliknya pada musim kemarau potensi air tanah yang tersedia dapat menjamin lajunya debit aliran sungai yang bermanfaat bagi kepentingan hidup biota perairan.
Lingkungan kampus yang “risau” dengan lalu-lalang kendaraan bermotor dengan segala jenis emisi polutan, bising karena lintasan kereta api, sering menyebabkan masyarakat kampus “merasa penat” dan merindukan kenyamanan lingkungan dengan alam terbuka. Demikian halnya dengan berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara sebagai akibat banyaknya jalan beraspal, betonan, bangunan bertingkat dan berdinding kaca, papan reklame, menara, dan antene pemancar. Hadirnya kawasan hijau kampus atas jasa bio-ekologis penutupan vegetasinya mampu memodifikasi iklim mikro.
Melalui uraian atas keinginan masyarakat kampus terhadap kawasan hijau, pada hakekatnya merupakan modal dasar keperdulian terhadap kehadiran Mahkota Hijau, sebagai penyangga lingkungan aktivitasnya. Untuk itu, persepsi dan sambutan masyarakat terhadap Obsesi Kampus yang “Teduh, Nyaman dan Ramah lingkungan”, tampaknya telah dinantikan dan disambut, karena jasa-jasanya yang tidak dapat disubstitusi dengan bentuk apapun.

Peranan Sosialisasi Pembangunan Hutan Kota
Uraian di muka menyebutkan bahwa sosialisasi pembangunan Mahkota Hijau menjadi strategis kedudukannya untuk disampaikan kepada masyarakat luas di lingkungan kampus. Urgensi sosialisasi tersebut, karena hutan kota di Indonesia merupakan hal yang baru, dan baru dicetuskan sejak tahun 1978 pada saat Indonesia (Jakarta) menjadi tuan rumah kongres kehutanan sedunia. Di sisi lain pada saat itu juga Kota Jakarta menerima gelar Jakarta Sebagai Kota Tropis Dunia.
Secara ideologik, hadirnya pembangunan hutan kota di DKI Jakarta, dituntut secara nasional, karena gelar yang disandangnya. Selain gelar sebagai kota tropis dunia, Jakarta juga memiliki gelah sebagai Ibukota Negara dan kota Metropolitan. Mencermati gelar metropolitan dan ibukota negara, sebenarnya Jakarta memerlukan hamparan taman yang indah dan bukan dalam bentuk hutan. Akan tetapi tuntutan baik secara ideologik maupun peranan fungsi kawasan hijau, serta kondisi fisik wilayah Jakartai, tampaknya hanyalah hijauan dalam bentuk hutan yang dinilai mampu mengendalikan lingkungan fisik kritis perkotaan, karena jasa bio-eko-hidrologisnya.
Atas dasar itulah pentingnya mengkomunikasikan peranan fungsi jasa hutan kota terhadap keseimbangan lingkungan alam perkotaan. Selain jasa dan peranan fungsi hutan kota, juga perlunya memacu terhadap kesadaran institusi baik di lingkungan pemerintah maupun swasta untuk ikut berperan aktif dalam pembangunanya. 
Pentingnya koordinasi antar pengelola hutan kota, juga menjadi tuntutan berikutnya. Agar makna dan tujuan pengembangan hutan kota memiliki persepsi positif di kalangan masyarakat. Dalam pada itu, sosialisasi pembangunan hutan kota juga dituntut untuk menyampaikan kepada masyarakat secara langsung atas jasa-jasanya. agar persepsi semua pihak terhadap kehadiran hutan kota dapat dipahami urgensinya.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...