Berdasarkan Perjanjian Helsinki, Aceh sudah Merdeka
secara De Facto sejak Perjanjian itu ditanda-tangani. Itulah yang saya
baca dari berita Kompas.com 6 April 2013.
Pernyataan itu disuarakan oleh Anggota Dewan Pakar
Pembela Kesatuan Tanah Air (PEKAT) Cut Justisia kemarin di Jakarta.
Justisia juga mengatakan “Di dalam isi perjanjian itu Aceh bisa membuat
partai sendiri, mata uang, bahkan bisa melakukan perdagangan
internasional sendiri. Itu artinya Aceh sudah berdaulat secara de
facto,” sambung Justisia.
Senada dengan itu, ada juga pernyataan dari Anggota
Dewan Pakar PEKAT lainnya, Mayor Jendral TNI (Purn) Saurip Kadi
mengatakan, secara politik, Aceh merupakan sebuah wilayah yang merdeka.
Hal itu terlihat dari isi Perjanjian Helsinki yang telah diakui secara
internasional.
Sejenak saya termenung dan bertanya dalam hati
apakah benar hal tersebut? Mengapa mereka dengan percaya dirinya
mengeluarkan statement demikian?
Dua minggu sebelumnya DPRA mensahkan Peraturan
Daerah (Qanun istilahnya) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan
Lambang Aceh. Bendera yang disahkan sangat mirip dengan Bendera yang
digunakan GAM sebelumnya berwarna dasar Merah dan bergambar Bintang dan
Bulan Sabit ditengahnya.
Bahkan begitu disahkan oleh DPRA sejumlah
masyarakat Aceh berparade mengibarkan bendera tersebut. Terlihat dalam
foto-foto berita Euforia sebagian dari masyarakat Aceh berkaitan dengan
resminya Bendera itu dapat digunakan. Sementara
itu dari pemerintah pusat dalam hal ini Mendagri seperti kecolongan
dengan peristiwa tersebut karena seharusnya semua pengesahan Peraturan
Daerah harus ada persetujuan dari Pemerintah pusat. Diberitakan juga
kemudian Presiden SBY akan segera memanggil Gubernur Aceh atas peristiwa
tersebut.
Perjanjian Helsinki Memang Cukup Merugikan NKRI
Seperti yang tertulis diatas bahwa beberapa orang
bersuara katanya Aceh sudah merdeka berdasarkan perjanjian Helsinki
membuat saya mencari tahu/ menggogling Perjanjian Helsinki tersebut. Dan
hasil kesimpulannya :
Perjanjian Helsinki yang dibuat pada 15 Agustus
2005 di Helsinki adalah Perjanjian Resmi Internasional yang dilakukan
antara pihak Gerakan Aceh Merdeka dengan pihak Pemerintah Republik
Indonesia. Dan point-point Kruisial yang saya coba terjemahkan langsung
berkaitan dengan hal-hal yang merugikan Negara Indonesia adalah sebagai
berikut :
- Pasal 1.1.2 Butir A, Disebutkan bahwa Aceh (pemerintah daerah Aceh) berwenang mengatur semua sector Publik, berikut Administrasi Pemerintahan dan Peradilannya. Diluar dari itu Yang berhubungan dengan Hubungan Luar Negeri, Pertahanan Keamanan Nasional, Moneter dan Fiskal, Kekuasaah Kehakiman dan Kebebasan Beragama adalah kewenangan Pemerintah RI. ##Jelas bahwa dalam butir ini ada kesalahan interprestasi kalau Aceh boleh memiliki mata uang sendiri##..
- Pasal 1.1.5 Disebutkan bahwa : Aceh memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk bendera, lambang dan himne. ##Inilah Pasal yang termasuk krusial dimana tidak disebut dengan jelas seperti apa Bendera yang boleh dimiliki orang Aceh berikut Lambang dan lagu Himne##
- Pasal 1.2.1 Pemerintah RI menyepakati dan akan memfasilitasi pembentukan partai-partai politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan nasional. Memahami aspirasi rakyat Aceh untuk partai-partai politik lokal, Pemerintah RI, dalam tempo satu tahun, atau paling lambat 18 bulan sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini, akan menciptakan kondisi politik dan hukum untuk pendirian partai politik lokal di Aceh dengan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. ## Pasal ini yang sangat merugikan NKRI karena dengan adanya Partai Politik Lokal kedepannya sudah jelas bahwa Dewan Legislatif (Dewan Tertinggi) akan diisi oleh mayoritas Partai Lokal dan implikasinya adalah kekuasaan daerah lebih tinggi dari kekuasaan pusat ##.
- Pasal Ekonomi antara Pasal 1.3.1, Aceh berhak memperoleh dana melalui hutang luar negeri. Aceh berhak untuk menetapkan tingkat suku bunga berbeda dengan yang ditetapkan oleh Bank Sentral Republik Indonesia (Bank Indonesia)., berikut Pasal 1.3.2. Aceh berhak menetapkan dan memungut pajak daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan internal yang resmi. Aceh berhak melakukan perdagangan dan bisnis secara internal dan internasional serta menarik investasi dan wisatawan asing secara langsung ke Aceh. Kemudian Pasal 1.3.3. Aceh akan memiliki kewenangan atas sumber daya alam yang hidup di laut teritorial di sekitar Aceh. ## Pasal-pasal Ekonomi tersebut jelas memberi kekuasaan yang sangat luas pemerintah daerah Aceh untuk berhubungan langsung dengan Luar Negeri dalam bidang Ekonomi ##
- Pasal 1.4.5. Semua kejahatan sipil yang dilakukan oleh aparat militer di Aceh akan diadili pada pengadilan sipil di Aceh. ## Pasal ini pasal beresiko karena bisa saja setiap upaya militer dalam rangka mempertahankan NKRI berpeluang direkayasa oknum pemerintah daerah Aceh sebagai kejahatan sipil dengan resiko militer RI diadili di pengadilan sipil Aceh ##.
- Pasal HAM yaitu Pasal 2.2. Sebuah Pengadilan Hak Asasi Manusia akan dibentuk untuk Aceh. ## Ini mungkin sebenarnya diperuntukan untuk masa-masa rekonsiliasi antara GAM dan Pemerintah RI tapi bisa saja pasal ini digunakan secara salah oleh oknum pemerintah daerah Aceh untuk lainnya dimasa mendatang.##
- Pasal Keamanan, Pasal 4.12. Anggota polisi organik Aceh akan memperoleh pelatihan khusus di Aceh dan di luar negeri dengan penekanan pada penghormatan terhadap hak asasi manusia.## Pasal ini memungkinkan Polisi Aceh berhak berlatih khusus di luar negeri sementara kita tidak bisa membayangkan implementasinya kedepan.##
- Pasal Kemanan, 4.2. GAM melakukan demobilisasi atas semua 3000 pasukan militernya. Anggota GAM tidak akan memakai seragam maupun menunjukkan emblem atau simbol militer setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini. ## Pasal ini yang mungkin bisa dipakai untuk melarang Pemerintah Daerah Aceh mensahkan Bendera yang dipakai bukanlah Bendera GAM##
Secara umum 8
point diatas yang mungkin bisa dikategorikan pasal-pasal yang bisa
menimbulkan multi tafsir. Disisi lain ada tanda Tanya besar dimana
Perjanjian tersebut diatas adalah Perjanjian antara pihak GAM dan
Pemerintah RI sementara setelah 7 tahun berselang mungkin bisa dikatakan
sudah tidak ada Gerakan Aceh
Merdeka lagi. Yang ada hanyalah mantan-mantan Petinggi GAM yang sudah
menduduki posisi-posisi strategis di Pemerintahan Aceh
Kalau
yang melanggar Perjanjian Helsinki tersebut adalah Pemerintah Daerah
Aceh sendiri, bisa tidak dikategorikan bahwa yang melanggar itu adalah
pihak GAM?
Memang Benar Keinginan Merdeka Itu Masih Ada.
Bila
melihat sepintas peristiwa terakhir dimana terjadi adanya Parade
Pengibaran Bendera oleh sekian banyak Masyarakat Aceh bisa kita
simpulkan sebagian besar dari mereka masih mempunyai harapan untuk
memisahkan diri dari NKRI. Begitu pula dengan para pejabat-pejabat
daerah maupun anggota-anggota Dewan Legislatif daerah yang begitu bernafsu mensahkan Bendera yang sangat mirip dengan Bendera GAM.
Disisi lain di beberapa kabupaten lainnya seperti Kabupaten
Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues masyarakatnya tidak menyetujui
Bendera daerah yang diresmikan seperti itu. Begitu pula di Banda Aceh
kemarin tidak semua orang terlibat dalam pawai pengibaran bendera
sehingga bisa disimpulkan tidak semua orang Aceh masih punya keinginan
untuk memisahkan diri dari NKRI.
Perjanjian Helsinki sendiri kalau ditelaah dan
dianalisa sebenarnya sudah merupakan suatu Perjanjian yang sangat
menguntungkan bagi rakyat Aceh secara umum maupun pihak GAM secara
khusus. Perjanjian ini memang terbukti mampu menghentikan pertikaian
berdara yang telah berlangsung belasan tahun yang telah menyengsarakan
rakyat Aceh. Disisi lain mantan anggota GAM juga sudah berbaur dengan
masyarakat Aceh pada umumnya dan menduduki posisi-posisi strategis di Pemerintahan dan di Dewan Legislatif.
Kesimpulan yang bisa diambil adalah memang benar
Perjanjian Helsinki adalah Perjanjian Internasional, dan Pasal-pasal
dari Perjanjian ini memberikan kekuasaan daerah yang cukup besar untuk
Pemerintah Aceh (jauh lebih besar dari kekuasaan daerah-daerah lainnya
di Indonesia) tetapi belum ada satu katapun maupun satu pasalpun yang
bisa menjelaskan atau dapat diinterprestasikan bahwa Aceh telah Merdeka
sejak perjanjian ini dibuat.
Oleh: Rullysyah
0 komentar:
Posting Komentar