04 April 2013

PENDEKATAN EKONOMI POLITIK PENDIDIKAN

Berbeda dengan pandangan kebijakan pendidikan dan kebijakan publik berdasarkan pendekatan filsafat moral, pendekatan ekonomi politik – khusus berkaitan dengan fokus masalah – lebih cenderung membahas kebijakan pendidikan yang mengarah sebagai jasa layanan public atau pribadi. Apapun pilihan dari bentuk kebijakan pendidikan tersebut membawa konsekwensi pada akses pendidikan dan biaya yang harus dikeluarkan oleh peserta didik.

Konsep ekonomi politik mengacu pada penggunaan konsep-konsep ekonomi untuk memahami dan menjelaskan masalah-masalah dan proses-proses politik. Konsep ini menerangkan bahwa kebijakan pendidikan dan kebijakan publik mencerminkan masalah dan proses politik sehingga dapat dijelaskan menurut pandangan dan pemikiran ekonomi.  

Barang atau jasa pendidikan dalam konsep ekonomi politik berkaitan dengan kepentingan publik dan kepentingan pribadi, dan bagaimana hubungan kepentingan-kepentingan tersebut. Pemikiran ekonomi klasik dan neoklasik mengasumsikan bahwa kepentingan publik memiliki hubungan dengan kepentingan pribadi biarpun keduanya berbeda, yaitu bahwa kepentingan publik adalah untuk menumbuhkan kekayaan masyarakat. Menurut Adam Smith tujuan-tujuan publik bisa dicapai tanpa harus ada wilayah publik atau paling tidak dengan mengadakan wilayah publik tetap ditekan seminimal mungkin. Biarkan mekanisme pasar bekerja dengan sendirinya, meregulasi dirinya sendiri sehingga dapat menggantikan peranan dari sebuah lembaga politik (Caporaso dan Levine, 1992). Dengan kata lain, keputusan terbaik yang dapat dibuat negara untuk bidang ekonomi politik adalah mengarahkan anggota masyarakat agar berusaha mencapai tujuan-tujuan tertentu dimana tujuan tersebut dapat dicapai sebaikbaiknya kalau tidak ada campur tangan negara. Negara tidak dapat bertindak lebih daripada itu, bahkan akan lebih baik jika negara bertidak kurang daripada itu, biarlah pasar yang mengatur dirinya sendiri dalam pemenuhan kebutuhan pribadi dan memenuhi kebutuhan pribadi sama dengan memenuhi kebutuhan publik.

Mekanisme pasar dipercaya dapat memecahkan masalah-masalah ekonomi politik sehingga terjadi efisiensi yang optimum dalam kondisi keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Akan tetapi dalam berbagai hal mekanisme pasar gagal dalam melaksanakan fungsinya untuk mengalokasikan sumber-sumber ekonomi secara efisien dalam menghasilkan barang dan jasa. Mekanisme harga tidak dapat berfungsi sebagaimana yang diinginkan pencetus teori ekonomi. Artinya, mekanisme harga dalam keadaan pasar persaingan tidak sempurna tidak dapat mengefisienkan alokasi sumber-sumber ekonomi.

Secara teoretis faktor-faktor yang membuat pasar tidak berfungsi sebagaimana mestinya adalah faktor eksternalitas, barangbarang publik dan terjadinya monopoli dan oligopoli (Caporaso dan Levine, 1992). Dengan begitu, faktor relevan dengan persoalan yang dihadapi adalah barangbarang publik, karena itu kedua factor lainnya (eksternalitas dan monopoli serta oligopoli) tidak akan dipersoalkan dalam pembahasan ini. Apa yang dimaksud dengan barang publik? Barang publik menurut parameter ekonomi adalah barang yang bersifat non-rival dan non-excludable. Barang sehingga kesempatan dan akses memperoleh pendidikan menjadi terbatas.

Praktek komersialisasi pendidikan yang berorientasi mencari laba atau mengakumulasi kapital, pada dasarnya mengugurkan sifat non-ekslusif dan nonrivarly, dan hal tersebut merupakan cermin kegagalan pasar. Dengan merujuk kepada kepentingan pendidikan untuk kemajuan bangsa maka negara harus bertanggung jawab menyediakan layanan pendidikan seluas-luasnya kepada warga negara, kesempatan dan akses untuk mendapatkan pendidikan dibuka seluas-luasnya sehingga pendidikan tidak bisa digeser dari barang publik menjadi barang pribadi.

Walaupun muncul pendapat yang begitu deras arusnya sekarang yang menganggap pendidikan sebagai barang pribadi dengan mengacu pada pemikiran bahwa lulusan dari satuan tingkat pendidikan khususnya perguruan tinggi akan masuk pada pasar kerja dan memperoleh upah atau benefit dari ilmu dan ketrampilan yang diperoleh di satuan tingkat pendidikan tersebut. Namun argumentasi ini tidak terlalu kuat karena lulusan yang sudah bekerja akan memberikan kontribusi kembali kepada negara melalui pajak yang dikeluarkannya. Pajak tersebut digunakan kembali untuk kegiatan pelayanan public sehingga tidaklah relevan mengkategorikan pendidikan sebagai barang pribadi. Kalaupun tetap dipaksakan pendidikan sebagai barang publik maka konsekwensinya kesempatan dan akses akan dibatasi sehingga mengorbankan tujuan lebih besar yakni mencerdaskan khidupan bangsa sebagai modal intelektual dalam membangun kepentingan bangsa ke depan, dan tentunya hal ini tidak diinginkan oleh kita semua, baik selaku warga negara maupun sebagai elit negara.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...