Bahwa manusia adalah makhluk yang tumbuh dan berkembang. Ia ingin mencapai suatu kehidupan yang optimal. Selama manusia barusaha untuk meningkatkan kehidupannya, baik dalam meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, kepribadian, maupun keterampilannya, secara sadar atau tidak sadar, maka selama itulah pendidikan masih berjalan terus.
Pendidikan sepanjang hayat merupakan
 asas pendidikan yang cocok bagi orang-orang yang hidup dalam dunia 
transformasi, dan di dalam masyarakat yang saling mempengaruhi seperti 
saat zaman globalisasi sekarang ini. Setiap manusia dituntut untuk 
menyesuaikan dirinya secara terus menerus dengan situasi baru.
Pendidikan sepanjang hayat
 merupakan jawaban terhadap kritik-kritik yang dilontarkan pada sekolah.
 Sistem sekolah secara tradisional mengalami kesukaran dalam 
menyesuaikan diri dengan perubahan kehidupan yang sangat cepat dalam 
abad terakhir ini, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau 
tutuntutan manusia yang makin meningkat. Pendidikan di sekolah hanya 
terbatas pada tingkat pendidikan dari sejak kanak-kanak sampai dewasa, 
tidak akan memenuhi persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan dunia yang 
berkembang sangat pesat. Dunia yang selalu berubah ini membutuhkan suatu
 sistem yang fleksibel. Pendidikan harus tetap bergerak dan mengenal 
inovasi secara terus menerus.
Menurut konsep pendidikan sepanjang hayat,
 kegiatan-kegiatan pendidikan dianggap sebagai suatu keseluruhan. 
Seluruh sektor pendidikan merupakan suatu sistem yang terpadu. Konsep 
ini harus disesuaikan dengan kenyataan serta kebutuhan masyarakat yang 
bersangkutan. Suatu masyarakat yang telah maju akan memiliki kebutuhan 
yang berbeda dengan masyarakat yang belum maju. Apabila sebahagian besar
 masyarakat suatu bangsa masih yang banyak buta huruf, maka upaya 
pemeberantasan buta huruf di kalangan orang dewasa mendapat prioritas 
dalam sistem pendidikan sepanjang hayat. Tetapi, di negara industri yang
 telah maju pesat, masalah bagaimana mengisi waktu senggang akan 
memperoleh perhatian dalam sistem ini.
Pendidikan bukan hanya berlangsung di 
sekolah. Pendidikan akan mulai segera setelah anak lahir dan akan 
berlangsung sampai manusia meninggal dunia, sepanjang ia mampu menerima 
pengaruh-pengaruh. Oleh karena itu, proses pendidikan akan berlangsung dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan
 utama bagi proses perkembangan seorang individu sekaligus merupakan 
peletak dasar kepribadian anak. Pendidikan anak diperoleh terutama 
melalui interaksi antara orang tua – anak. Dalam berinteraksi dengan 
anaknya, orang tua akan menunjukkan sikap dan perlakuan tertentu sebagai
 perwujudan pendidikan terhadap anaknya.
Pendidikan di sekolah merupakan 
kelanjutan dalam keluarga. Sekolah merupakan lembaga tempat dimana 
terjadi proses sosialisasi yang kedua setelah keluarga, sehingga 
mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya. Sekolah 
diselenggarakan secara formal. Di sekolah anak akan belajar apa yang ada
 di dalam kehidupan, dengan kata lain sekolah harus mencerminkan 
kehidupan sekelilingnya. Oleh karena itu, sekolah tidak boleh dipisahkan
 dari kehidupan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan 
budayanya. Dalam kehidupan modern seperti saat ini, sekolah merupakan 
suatu keharusan, karena tuntutan-tuntutan yang diperlukan bagi 
perkembangan anak sudah tidak memungkinkan akan dapat dilayani oleh 
keluarga. Materi yang diberikan di sekolah berhubungan langsung dengan 
pengembangan pribadi anak, berisikan nilai moral dan agama, berhubungan 
langsung dengan pengembangan sains dan teknologi, serta pengembangan 
kecakapan-kecakapan tertentuyang langsung dapat dirasakan dalam 
pengisian tenaga kerja.
Pendidikan di masyarakat merupakan bentuk
 pendidikan yang diselenggarakan di luar keluarga dan sekolah. Bentuk 
pendidikan ini menekankan pada pemerolehan pengetahuan dan keterampilan 
khusus serta praktis yang secara langsung bermanfaat dalam kehidupan di 
masyarakat. Phillip H.Coombs (Uyoh Sadulloh, 1994:65) mengemukakan 
beberapa bentuk pendidikan di masyarakat, antara lain : (1) program 
persamaan bagi mereka yang tidak pernah bersekolah atau putus sekolah; 
(2) program pemberantasan buta huruf; (3) penitipan bayi dan penitipan 
anak pra sekolah; (4) kelompok pemuda tani; (5) perkumpulan olah raga 
dan rekreasi; dan (6) kursus-kursus keterampilan. 
“Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim dan muslimat. Tuntutlah ilmu sejak buaian sampai lubang kubur. Tiada amalan umat yang lebih utama daripada belajar”.
Belajar sepanjang hayat ini dikemukakan oleh Edgar Faure dari The International Council of Educational Development (ICED) atau Komisi Internasional Pengembangan Pendidikan. Sebagai ketua Komisi tersebut Edgar Faure mengatakan : With
 its confidence in man’s capacity to perfect himself through education, 
the Moslem world was among the first to recommend the idea of lifelong 
education, exhorting Moslem to educate themselves from cradle to the 
grave. (Faure, 1972, h.8)
Islam mewajibkan pemeluknya untuk belajar
 dan mengembangkan kemampuan nalarnya secara terus menerus bukan saja 
terhadap objek-objek di luar dirinya, tetapi juga terhadap kehidupannya 
sendiri baik sebagai perorangan maupun sebagai suatu komunitas.
Seperti dikemukakan oleh Andrias Harefa 
(2000) bahwa pembelajaran akan mampu membuat manusia tumbuh dan 
berkembang sehingga berkemampuan, menjadi dewasa dan mandiri. Manusia 
mengalami transformasi diri, dari belum/tidak mampu menjadi mampu atau 
dari ketergantungan menjadi mandiri. Dan, transformasi diri ini 
seharusnya terus terjadi sepanjang hayat, asalkan ia tidak berhenti 
belajar, asal ia tetap menyadari keberadaannya yang bersifat present 
continuous, on going process, atau on becoming. Persoalannya adalah, 
sebagian besar manusia tidak mendisiplinkan dirinya untuk tetap belajar 
tanpa henti. Sebagian besar manusia berhenti belajar setelah merasa 
dewasa. Sikap gede rasa ini umumnya disebabkan oleh kebodohan yang 
bersifat sosial dan mental/ psiko-spiritual. Sebagian orang merasa telah
 dewasa karena telah berusia di atas 17 atau 21, atau telah selesai 
sekolah atau kuliah, telah memiliki gelar akademis, telah memiliki 
pasangan hidup, telah memiliki pekerjaan dan jabatan yang memberinya 
nafkah lahiriah. Hal-hal itu telah membuat mereka berhenti belajar, 
sehingga tidak lagi mengalami transformasi-transformasi dalam 
kehidupannya, sehingga mereka tidak siap mengantisipasi 
perubahan-perubahan yang timbul. Sebaliknya bagi mereka yang senantiasa 
menjadikan proses belajar merupakan bagian dari kehidupannya mereka akan
 senantiasa siap mengantisipasi perubahan yang timbul atau bahkan 
perubahan yang diperoleh mereka sebagai akibat langsung dari proses 
belajar yang senantiasa mereka lakukan. Konsekwensi perubahan yang 
terjadi akan menjadi titik tolak bagi mereka untuk senantiasa terus 
belajar – on becoming a learner istilah yang dipakai Andrias Harefa- 
untuk selalu siap mengantisipasi perubahan yang akan muncul lagi sebab 
perubahan merupakan sesuatu yang abadi, selamanya akan muncul on and on.
Kegiatan pembelajaran dapat dikelompokkan
 ke dalam dua kelompok diantaranya kegiatan yang terjadi pada jalur 
pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.
Pada jalur pendidikan luar sekolah, sejak
 kehadirannya, kegiatan pembelajaran kelompok menjadi ciri utama. Dalam 
perkembangannya, kegiatan pembelajaran dalam pendidikan luar sekolah 
telah memperoleh dukungan dari berbagai teori pembelajaran dan dari 
pengalaman para praktisi di lapangan sehingga muncul kegiatan 
pembelajaran partisipatif. Dewasa ini pembelajaran partisipatif tidak 
saja digunakan dalam program-program pendidikan luar sekolah tetapi juga
 di beberapa kawasan di dunia ini, dan telah diserap serta diterapkan 
pada program-program pendidikan sekolah. Dengan demikian pembelajaran 
partisipatif telah menjadi bagian dari strategi pembelajaran yang dapat 
digunakan dan dikembangkan di dalam proses pendidikan baik di satuan 
pendidikan sekolah maupun satuan pendidikan luar sekolah.
Upaya penerapan pembelajaran partisipatif
 pada pendidikan sekolah dapat dipertegas dengan menekankan peranan 
pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar secara 
aktif dan partisipatif. Keterlibatan pendidik dapat meliputi dua hal 
penting, diantaranya, pertama, dalam penyusunan dan pengembangan program
 belajar serta yang kedua, dalam upaya menumbuhkan kondisi supaya 
peserta didik melakukan kegiatan belajar partisipatif. Keterlibatan 
dalam penyusunan dan pengembangan program pembelajaran, pendidik bersama
 peserta didik melakukan asesmen kebutuhan belajar; identifikasi 
sumber-sumber dan kemungkinan hambatan dalam pembelajaran; menyusun 
tujuan belajar, menetapkan komponen dan proses pembelajaran, serta 
melaksanakan dan menilai program pembelajaran. Keterlibatan pendidik 
dalam menumbuhkan situasi belajar yang kondusif bagi peserta didik untuk
 belajar meliputi upaya menciptakan iklim belajar yang partisipatif. 
Knowles mengemukakan ada tujuh langkah pendidik yang dapat membantu 
peserta didik untuk belajar partisipatif. Ketujuh langkah tersebut 
adalah membantu peserta didik untuk: (1) menumbuhkan keakraban yang 
mendorong untuk belajar, (2) menjadi anggota kelompok dan belajar dalam 
kelompok, (3) mendiagnosis kebutuhan belajar, (4) merumuskan tujuan 
belajar, (5) menyusun pengalaman belajar, 6) melaksanakan kegiatan 
belajar, dan (7) melakukan penilaian terhadap proses, hasil, dan 
pengaruh belajar.
Produk dari suatu proses pembelajaran 
baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah adalah perubahan 
tingkah laku peserta didik selama dan setelah mengikuti proses 
pembelajaran. Perubahan perilaku tersebut mencakup ranah (domain) 
afektif, kognitif, dan psiko-motorik serta konatif. Ranah afektif adalah
 sikap dan aspirasi peserta didik dalam lingkungannya melalui tahapan 
penerimaan stimulus, respons, penilaian, pengorganisasian, dan 
karakterisasi diri dalam menghadapi stimulus dari lingkungan. Ranah 
Kognitif adalah kecakapan peserta didik yang diperoleh melalui 
pengetahuan, pemahaman, penggunaan, analisis, sintesis, dan evaluasi 
terhadap sesuatu berdasarkan asas-asas dan fungsi kelimuan. Asas 
keilmuan yang objektivitas, observabilitas, dapat diukur, dan bernilai 
guna, sedangkan fungsi keilmuan adalah menggambarkan, menjelaskan, 
memprediksi, dan mengandalkan. Psiko-motorik atau skills adalah 
penguasaan dan penggunaan sesuatu keterampilan melalui tahapan 
rangsangan, kesiapan merespons, bimbingan dlam melakukan respons, 
gerakan mekanik, respons yang lebih kompleks, adaptasi, dan melakukan 
sendiri. Tegasnya perubahan tingkah laku peserta didik dalam ranah 
afektif, kognitif, psiko-motorik, dan konatif merupakan produk 
pembelajaran.
#Akhmad Sudrajat | Tentang Pendidikan
 
 

 

 Print Halaman Ini
 Print Halaman Ini







 
 
 
 













0 komentar:
Posting Komentar