Pengertian Gerakan Tanah
Gerakan tanah adalah suatu konsekuensi fenomena dinamis alam untuk mencapai kondisi baru akibat gangguan keseimbangan lereng yang terjadi, baik secara alamiah maupun akibat ulah manusia. Gerakan tanah akan terjadi pada suatu lereng, jika ada keadaan ketidakseimbangan yang menyebabkan terjadinya suatu proses mekanis, mengakibatkan sebagian dari lereng tersebut bergerak mengikuti gaya gravitasi, dan selanjutnya setelah terjadi longsor, lereng akan seimbang atau stabil kembali. Jadi longsor merupakan pergerakan massa tanah atau batuan menuruni lereng mengikuti gaya gravitasi akibat terganggunya kestabilan lereng. Apabila massa yang bergerak pada lereng ini didominasi oleh tanah dan gerakannya melalui suatu bidang pada lereng, baik berupa bidang miring maupun lengkung, maka proses pergerakan tersebut disebut sebagai longsoran tanah.
Tanah longsor adalah merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan massa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif besar. Ditinjau dari segi gerakannya, maka selain erosi longsor masih ada beberapa erosi akibat gerakan massa tanah, yaitu rayapan (creep), runtuhan batuan (rock fall), dan aliran lumpur (mud flow). Karena massa yang bergerak dalam longsor merupakan massa yang besar maka sering kejadian longsor akan membawa korban, berupa kerusakan lingkungan, yaitu lahan pertanian, permukiman, dan infrastruktur, serta hilangnya nyawa manusia. Proses terjadinya gerakan tanah melibatkan interaksi yang kompleks antara aspek geologi, geomorfologi, hidrologi, curah hujan, dan tata guna lahan.
Secara umum faktor pengontrol terjadinya longsor pada suatu lereng dikelompokan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari kondisi geologi batuan dan tanah penyusun lereng, kemiringan lereng (geomorfologi lereng), hidrologi dan struktur geologi. Sedangkan faktor eksternal yang disebut juga sebagai faktor pemicu yaitu curah hujan, vegetasi penutup, penggunaan lahan pada lereng, dan getaran gempa.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa daerah yang memiliki kerawanan terhadap bencana tanah longsor dikategorikan dalam kawasan fungsi lindung. Sedangkan batasan kawasan lindung diatur lebih lanjut dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 837/KPTS/UM/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Daerah perbukitan atau pegunungan yang membentuk lahan miring merupakan daerah rawan terjadi gerakan tanah. Kelerengan dengan kemiringan lebih dari 20o (atau sekitar 40%) memiliki potensi untuk bergerak atau longsor, namun tidak selalu lereng atau lahan yang miring punya potensi untuk longsor tergantung dari kondisi geologi yang bekerja pada lereng tersebut.
Potensi terjadinya gerakan tanah pada lereng tergantung pada kondisi tanah dan batuan penyusunnya, dimana salah satu proses geologi yang menjadi penyebab utama terjadinya gerakan tanah adalah pelapukan batuan.
Proses pelapukan batuan yang sangat intensif banyak dijumpai di negara-negara yang memiliki iklim tropis seperti Indonesia. Tingginya curah hujan dan penyinaran matahari menjadikan tinggi pula proses pelapukan batuan. Batuan yang banyak mengalami pelapukan akan menyebabkan berkurangnya kekuatan batuan yang pada akhirnya membentuk lapisan batuan lemah dan tanah residu yang tebal. Apabila hal ini terjadi pada daerah lereng, maka lereng akan menjadi kritis. Faktor geologi lainnya yang menjadi pemicu terjadinya gerakan tanah adalah aktivitas volkanik dan tektonik, faktor geologi ini dapat dianalisis melalui variabel tekstur tanah dan jenis batuan. Tekstur tanah dan jenis batuan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya gerakan tanah yang diukur berdasarkan sifat tanah dan kondisi fisik batuan.
Penyebab Terjadinya Tanah Longsor
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan.
Faktor-faktor penyebab tanah longsor adalah sebagai berikut :
a. Hujan
Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan.
Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat.
b. Lereng terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.
c. Tanah yang kurang padat dan tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.
d. Batuan yang kurang kuat
Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.
e. Getaran
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.
f. Susut muka air danau atau bendungan
Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.
g. Adanya beban tambahan
Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah.
h. Pengikisan/erosi
Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.
i. Adanya material timbunan pada tebing
Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.
j. Bekas longsoran lama
Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan
material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memiliki ciri :
• Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda.
• Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan subur.
• Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.
• Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.
• Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada longsoran lama.
• Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil.
• Longsoran lama ini cukup luas.
k. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)
Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:
• Bidang perlapisan batuan
• Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar
• Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat.
• Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak melewatkan air (kedap air).
• Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.
Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor.
l. Penggundulan hutan
Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang.
m. Daerah pembuangan sampah
Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan, seperti yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini menyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal.
Pengaruh Gerakan Tanah (erosi) Terhadap Kehidupan
Dampak erosi dibagi menjadi dampak ditempat asal terjadinya erosi (on site) dan dampak pada daerah diluarnya (off site). Dampak erosi tanah di tapak (on-site) merupakan dampak yang dapat terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa penurunan produktifitas. Hal ini berdampak pada kehilangan produksi peningkatan penggunaan pupuk dan kehilangan lapisan olah tanah yang akhirnya menimbulkan terjadinya tanah kritis.
Pengaruh erosi pada kesuburan fisik tanah diantaranya adalah terjadinya penghanyutan partikel-partikel tanah, perubahan struktur tanah, penurunan kapasitas infiltrasi dan penampungan, serta perubahan profil tanah. Sedangkan pengaruh pada kesuburan kimia tanah menurut Goeswono Soepardi dalam bukunya “Sifat dan Ciri Tanah” adalah kehilangan unsur hara karena erosi selama rata-rata 2 tahun yang diperoleh dari percobaan di Missouri yaitu N 66 kg per hektar, kemudian P2O5 41 kg per hektar, K2O 729 kg per hektar, MgO 145 per kg per hektar, dan SO4 sebanyak 42 kg per hektar per tahun. Tanah yang dikatakan rusak kalau lapisan bagian atasnya atau top soil (ketebalan 15 - 35 cm) memang telah banyak terkikis dan atau dihanyutkan oleh arus air hujan, sehingga lapisan tersebut menjadi tipis atau bahkan hilang.
Dampak erosi tanah diluar lahan pertanian (off-site) merupakan dampak sangt besar pengaruhnya. Sedimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang terbawa bersama sedimen menimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan. Arsyad (1989) mengemukakan bentuk dampak off-site antara lain:
1. Pelumpuran dan pendangkalan waduk
2. Tertimbunnya lahan pertanian dan bangunan
3. Memburuknya kualitas air
4. Kerugian ekosistem perairan
Rehabilitasi Pasca Bencana yang Disebabkan oleh Gerakan Tanah
a. Pengembalian Fungsi
Terjadinya bencana gerakan tanah, disadari atau tidak akan merubah fungsi struktur masyarakat baik sarana maupun prasarananya. Upaya mengembalikan fungsi struktur masyarakat dan prasarananya yang dikenal dengan istilah rehabilitasi. Rehabilitasi dilakukan dengan pendekatan baik secara psikologis, sosiologis maupun secara teknis. Peran geologi dalam rehabilitasi ini diutamakan pada permasalahan teknis, yaitu dalam pengembalian fungsi sarana dan prasarana serta informasi pengembangan bencana tersebut. Untuk mengembalikan fungsi sarana dan prasarana ini perlu masukan data geologi yang beraspek keteknikan guna relokasi pemukiman, bila diperlukan .
b. Rekonstruksi
Pemulihan kembali bangunan dan tatanan masyarakat, akibat bencana berkaitan erat pembangunan nasional yang meliputi aspek penataan struktur sosial serta sarana dan prasarana. Perencanaan yang baik harus memperhatikan kondisi masyarakat, letak serta ruangnya, program pengembangan wilayah, baik jangka pendek maupun panjang.
c. Mitigasi.
Upaya untuk mengurangi atau menghindarkan dampak dari bencana, perlu
dilakukan mitigasi diantaranya :
• Penyebaran informasi kepada intansi yang terkait maupun masyarakat luas mengenai daerah bahaya gerakan tanah serta penanggulangannya.
• Pembuatan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah.
• Pembenahan fungsi lahan dan tatanan air.
• Penyebaran informasi penanggulangan bahaya gerakan tanah.
0 komentar:
Posting Komentar