Apa kira-kira jawaban anda bila ada seseorang bertanya pada anda
tentang arti pendidikan? Sebagian mungkin akan langsung menjawab lancar,
sebagian lain akan sedikit berfikir dan mengernyitkan dahi
mengingat-ingat yang anda ketahui tentang arti pendidikan dan mungkin
sebagian yang lain akan diam karena meski istilah itu begitu familiar
dan populer namun tidak diketahuinya. Upaya menjawab dan mendefinisikan
tentang arti pendidikan sudah dilontarkan pakar diantaranya mantan
menteri pendidikan kita, Malik Fadjar yang mengartikan pendidikan
sebagai kebutuhan hidup yang memainkan peranan sosial, dukungan terhadap
pertumbuhan dan memandu perjalanan umat manusia secara individu, sosia,
bangsa dan negara. Pendidikan sudah menjadi kebutuhan primer hidup
manusia selain makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Pendidikan bisa
juga diartikan sebagai upaya terus-menerus yang dilakukan manusia untuk
mengembangkan bakat dan kemampuannya, meningkatkan kapabilitasnya
menghadapi dunia dan lingkungan sekelilingnya, merubah dirinya kearah
kemajuan dan tatanan yang lebih baik dari sebelumnya.
Urgensi pendidikan bersifat ruhaniah, bukan jasmaniah. Betapa manusia
perlu makan untuk keberlangsungan hidupnya, butuh pakaian untuk
menghangatkan tubuhnya dan butuh tempat tinggal untuk melindunginya dari
bahaya alam dan sebagai tempat peristirahatan. Manusia sebagai makhluk
yang bersifat jasmani dan rohani, membutuhkan asupan energi untuk hidup.
Pangan, sandang, papan sebagai asupan energi untuk jasmani sebagaimana
halnya pendidikan yang merupakan asupan untuk unsur ruhaniah. Pendidikan
inilah yang nantinya memperbaiki dan memajukan aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor diri manusia.
Lalu bagaimana Al Qur’an, sebagai kitab suci yang diturunkan Allah
SWT sebagai pedoman hidup manusia di bumi bicara tentang pendidikan? Hal
inilah yang akan dibahas secara ringkas dan padat pada tulisan kecil
ini.
Ada beberapa indikasi yang terdapat dalam Al Qur’an yang berkaitan
dengan pendidikan antara lain: menghormati akal manusia, bimbingan
ilmiah, sebagai fitrah manusia, penggunaan kisah masa lalu untuk tujuan
pendidikan dan memelihara keperluan sosial masyarakat. Istilah
pendidikan dapat ditemukan dalam Al Qur’an dengan istilah at tarbiyah, at ta’lim, dan at ta’dib.
Tarbiyah
Konsep at tarbiyah sebagaimana dikutip Ahmad Tafsir merupakan
salah satu konsep pendidikan Islam yang penting. Kata “tarbiyah” berasal
dari kata bahasa arab dari fi’il (kata kerja) sebagai berikut:
- Rabba-yarbu; yang berarti tumbuh, bertambah, berkembang
- Rabbiya-yarba; yang artinya tumbuh menjadi lebih besar, menjadi lebih dewasa
- Rabba-yarubbu; yang berarti memperbaiki, mengatur, menuntun, mengurus dan mendidik, menguasai dan memimpin, menjaga dan memelihara.
Kata-kata “Rabb” dalam salah satunya terdapat dalam surat al Fatihah ayat 2,“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam”
Terdapat penafsiran terhadap kata “Rabb” pada ayat tersebut yaitu
Allah itu Pendidik semesta alam tak ada juga dari makhluk Allah SWT itu
terjauh dari didikanNya. Allah mendidik makhlukNya dengan seluas arti
kata itu. Sebagai Pendidik, Dia menumbuhkan, menjaga, memberikan daya
(tenaga) dan senjata kepada makhluk itu guna kesempurnaan hidupnya
masing-masing.
Selain Allah SWT sebagai Rabb yang berarti pendidik, manusia juga
bisa berperan sebagai pendidik. Al Qur’an juga menggunakan redaksi
“Rabb” pada manusia, sebagaimana firmanNya dalam surat al Isra’ ayat 24:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Walaupun ayat ini dalam beberapa tafsir banyak menitikberatkan
pembahasan pada kewajiban anak terhadap orang tua, namun kata “rabba”
yang diartikan mendidik memberikan pembentukan istilah “tarbiyah” yang
diartikan pendidikan. Dan kata “saghiran” menunjukkan kewajiban orangtua
mendidik anak-anaknya dimulai sedari kecil. Imam Qurtubi dalam
tafsirnya mengatakan bahwa mendidik anak yang disertai rasa letih dan
kasih sayang orangtua menunjukkan bahwa pendidikan harus dilakukan terus
menerus dan berkesinambungan.
Ibnu Abbas berkata, “Jadilah kamu semua itu golongan rabbani, yaitu
(golongan yang) penuh kesabaran serta pandai dalam ilmu fiqih (yakni
ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum hukum agama), dan
mengerti.”Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud “rabbani”‘ ialah orang
yang mendidik manusia dengan mengajarkan ilmu pengetahuan yang
kecil-kecil sebelum memberikan ilmu pengetahuan yang besar-besar (yang
sukar).
Isim (Kata benda) “al Rabb” juga berasal dari kata “tarbiyah” yang
berarti mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaan dengan bertahap atau
membuat sesuatu untuk mencapai kesempurnaannya secara bertahap. Dr.
Abdul Hamid Al Hasyimi dalam bukunya ‘Mendidik Ala Rasulullah; Bagaimana
Rasulullah Mendidik(1981) mengisyaratkan bahwa dalam dunia pendidikan
terjadi proses konstruktif-kontinuitas(kesinambungan);sedikit demi
sedikit, sesat demi sesaat. Bahkan, adakalanya menekuninya dengan
semangat yang serius, di waktu lain dengan bersenda gurau. Itu adalah
reaksi spontan bagi panggilan fitrah manusia. Jiwa seseorang pada saat
mengambil haknya dengan bebas dan bahagia akan lebih mampu melakukan
pekerjaan dengan baik.
Al Jauhari mengatakan bahwa tarbiyah dan beberapa bentuk lainnya
secara makna memiliki arti member makan, memelihara; yakni dari akar
kata ghadza atau ghadzw yang mengacu pada segala sesuatu yang tumbuh seperti anak-anak, tanaman, hewan dan sebagainya.
Dari pemaparan makna diatas dan didasarkan pada penjelasan yang lain
memberikan pengertian bahwa istilah “Rabb” yang melahirkan kata
“tarbiyah” tersebut mencakup segala hal yang bisa ditumbuhkan,
dipelihara dan dikembangkan tidak hanya terbatas pada manusia,
padahal-sebagaimana dikutip dari al Attas- pendidikan dalam arti Islam
adalah sesuatu yang khusus untuk manusia. Menurutnya, istilah tarbiyah
belum memadai untuk membawakan konsep pendidikan dalam pengertian islam.
Ta’lim
Kata “ta’lim” terbentuk dari kata dasar ”’allama-yu’allimu-ta’liman”. Term ini ditemukan dalam surat al Jumu’ah ayat 2,
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul
di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As
Sunah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan
yang nyata”
Dalam surat madaniyyah tersebut digunakan kata ”yu’allimu”, yang merupakan salah satu kata dasar yang membentuk istilah “ta’lim”. “yu’allimu”
diartikan mengajarkan, untuk itu istilah ta’lim diterjemahkan dengan
pengajaran (instruction). Menurut Syaikh Rasyid Ridha, ta’lim adalah
proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa
adanya batasan dan ketentuan tertentu. Definisi ini berpijak pada
beberapa ayat, antara lain firman Allah Al Baqarah ayat 31 “Dan Dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang
benar!”. Ayat ini berisi tentang allama Allah kepada Nabi
Adam, sedangkan proses transmisi dilakukan secara bertahap sebagaimana
Adam menyaksikan dan menganalisa asma-asma yang diajarkan Allah
kepadanya.
Demikian halnya pada surat al Alaq ayat 4-5 “Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. Betapa dalam ayat inipun allama
Allah pada manusia pun dilakukan dengan perantara kalam yang
membutuhkan waktu dari ketidaktahuan manusia menjadi manusia yang
berilmu. Dari pengertian ini disimpulkan bahwa pengertian ta’lim lebih
luas/ lebih umum daripada istilah tarbiyah yang khusus berlaku pada
sesuatu yang baru tumbuh seperti anak-anak. Hal ini karena ta’lim tidak
terikat pada masa tertentu sehingga mencakup fase bayi, anak-anak,
remaja dan orang dewasa, sedangkan tarbiyah, khusus pendidikan dan
pengajaran fase bayi dan anak-anak.
Sayyid Muhammad Naquib al Attas, terdapat hal yang membedakan
tarbiyah dengan ta’lim yakni ruang lingkup. Ruang lingkup ta’lim lebih
umum daripada tarbiyah, karena tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan
dan hanya mengacu pada kondisi eksistensial dan juga tarbiyah merupakan
terjemahan dari bahasa latin education, yang keduanya mengacu pada segala sesuatu yang bersifat fisik-mental.
Ta’lim secara umum juga hanya terbatas pada pengajaran dan pendidikan
kognitif semata-mata. Hal ini memberikan pemahaman bahwa ta’lim hanya
mengedepankan proses pengalihan ilmu dari pengajar (mu’allim) kepada
yang diajar (muta’allim). Misalnya pada surat Yusuf ayat 6 :“Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari takbir mimpi-mimpi”,
berarti ilmu pengetahuan yang dimaksud, diajarkan atau dialihkan kepada
Yusuf adalah tabir mimpi. Sedangkan pada surat al Maidah ayat 4 : Katakanlah:
“Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh
binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu
mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, ilmu yang diajarkan maksudnya adalah ilmu berburu.
Ta’dib
Ta’dib berasal dari kata kerja (fi’il) addaba-yuaddibu-ta’diban.
Ta’dib dianggap sebagai istilah yang paling mewakili dari makna
pendidikan berdasarkan Al Qur’an dan hadits dikemukakan oleh Sayyid
Naquib al Attas. Al attas memaknai pendidikan dari hadits:
“Tuhanku (Allah) telah mendidikku dengan pendidikan yang terbaik"
Addaba diterjemahkan oleh al Attas sebagai mendidik, yang menurut Ibnu Manzhur merupakan padanan kata allama
dan oleh al Azzat dikatakan sebagai cara tuhan mengajar nabiNya
sehingga al Attas mengatakan bahwa masdar addaba yaitu ta’dib
mendapatkan rekanan konseptualnya didalam istilah ta’lim. Hadits
tersebut memperjelas bahwa sumber pendidikan adalah Allah. Sehingga
pendidikan yang nabi peroleh adalah sebaik-baik pendidikan. Dengan
demikian dalam filsafat pendidikan Islam, rasulullah merupakan pendidik
utama yang harus dijadikan teladan. Sebagaimana firman Allah: Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah (al Ahzab:21)
Dalam hadits lain, Prof. Abdullah Nasih Ulwan, mengambil hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Thabrani dari Ali r.a, untuk menjadi dasar
penting terhadap pendidikan al Qur’an untuk anak, bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
“Didiklah anak-anakmu dalam tiga hal: mencintai nabimu, mencintai
keluarga nabi, dan membaca al qur’an. Maka sesungguhnya yang membaca al
qur’an berada dalam naunganNya bersama para nabi dan orang-orang suci”
Sebenarnya istilah ta’dib sudah sering digunakan masyarakat Arab pada
jaman dahulu dalam hal pelaksanaan proses pendidikan. Perkataan adab
dalam tradisi dikaitkan dengan kemuliaan dan ketinggian pribadi
seseorang. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda: “didiklah
anak-anak kamu dengan pendidikan yang baik”
Penggunaan ta’dib, menurut Naquib al Attas lebih cocok untuk
digunakan dalam pendidikan Islam, konsep inilah yang diajarkan oleh
Rasul SAW. Ta’dib berarti pengenalan, pengakuan yang secara
berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang
tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa,
sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan
keagungan tuhan dalam tatana wujud dan keberadaannya.
Berdasarkan pendapat para ahli tafsir dan penjelasan pakar pendidikan
tentang makna dan arti tarbiyah, ta’lim dan ta’dib, maka dalam
persidangan dunia pertama mengenai pendidikan Islam tahun 1977,
menegaskan bahwa pendidikan dalam Islam, yang merujuk dari Al Qur’an dan
hadits sebagai sumbernya, didefinisikan sebagai tarbiyah, ta’lim dan
ta’dib secara bersama-sama.
Akhirnya marilah kita berdoa agar Allah menetapkan hati kita pada
agama dan bimbinganNya, karena tanpaNya apalah arti kekuatan dan ilmu
kita; dalam Ali Imran ayat 8: (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah
Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat
dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).
#Yayasan ALC
0 komentar:
Posting Komentar