03 Oktober 2012

FERMENTASI BIJI KAKAO DENGAN MENGGUNAKAN ISOLAT KHAMIR

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil Kakao, sebagian besar produksi Kakao Indonesia diekspor dengan tujuan Amerika, Singapura, Malaysia, Brasil, dan Cina. Namun konsumen pasar Eropa menilai mutu Kakao Indonesia sangat kurang, sehingga ekspor kakao Indonesia selain tidak mendapat premi  juga mengalami penurunan harga yang cukup tinggi. Mutu yang kurang disebabkan karena kandungan lemak biji Kakao Indonesia yang rendah sekitar 50% - 52% dari berat kering, sedangkan pada umumnya yang dikehendaki pasar Eropa adalah biji Kakao yang berkadar lemak tidak kurang dari 55% dari berat kering. Selain itu biji Kakao Indonesia tidak memiliki aroma khas Kakao, dikarenakan biji Kakao tidak difermentasikan terlebih dahulu (Atmana,1996).
Pentingnya fermentasi pada biji Kakao dikarenakan pada proses ini dihasilkan calon senyawa aroma khas cokelat. Selain itu selama proses ini terjadi penurunan kadar polifenol yang dapat menurunkan rasa kelat, namun proses fermentasi tidak boleh berlebihan (over fermentation) karena selain merusak citarasa dan aroma, juga akan terjadi pembentukan warna yang berlebihan. Perubahan senyawa selama fermentasi ini tidak lepas dari aktivitas enzimatis mikroorganisme, yang berperan untuk memecah gula menjadi alkohol dan selanjutnya terjadi pemecahan alkohol mejadi asam asetat. Pada awal fermentasi, mikroorganisme yang aktif adalah khamir (yeast) yang memecah sukrosa, glukosa dan fruktosa menjadi etanol. Bersamaan dengan hal itu, terjadi pula pemecahan pektin dan metabolisme asam organik. Aktivitas selanjutnya dilakukan beberapa genera bakteri asam laktat dan asam asetat yang memecah etanol menjadi asam laktat. Selain itu juga dihasilkan asam asetat, dan asam organik lain seperti asam sitrat dan malat (Atmana, 2000).

Tanaman Kakao
Tanaman Kakao memiliki habitus pohon kecil, yang kadang-kadang rendah sudah bercabang, dengan tinggi 3-8 m. Daunnya bertangkai, berbentuk bulat telur terbalik memanjang kadang meruncing, dengan luas 10-48 x 4-20 cm. Bunga berkelamin dua, berbilang 5, yang terletak dalam berkas di ketiak atau pada kayu yang tua. Daun kelopak berbentuk lanset, dengan panjang 6-8 mm, berwarna putih namun kadang-kadang keunguan. Daun mahkota memiliki panjang 8-9 mm, kuku dari dalam dengan 2 rusuk berwarna merah, helaiannya menggantung, berwarna putih kuning atau kemerahan. Tabung benang sari berbentuk periuk, setiap tabung terdiri 2 benang sari yang seluruhnya bersatu, letaknya berseling dengan satu staminodium. Staminodium berwarna ungu tua dengan ujung putih. Bakal buah beruang 5 dan memiliki bakal biji yang banyak. Buahnya merupakan buni berbentuk telur memanjang, dengan 5 pasang rusuk yang berwarna ungu atau kuning, dengan panjang sekitar 12-13 cm dengan dinding kulit yang tebal (van Steenis, 1997). Untuk jenis kakao lindak buahnya berwarna hijau ketika masih muda dan setelah tua berwarna kuning, bijinya berwarna ungu tua, gepeng dan rasanya pahit. Dinding buah keras dan permukaan halus, serta memiliki alur yang tidak begitu dalam, dengan ujung yang membulat (Anonim, 1994).
Buah kakao terdiri dari 4 bagian, yaitu kulit, plasenta, pulp serta biji. Biji terdiri dari 2 bagian, yaitu kulit biji (testa) dan keping biji. Keping biji merupakan bagian terbesar dari biji yaitu 86 - 90%, sisanya merupakan kulit biji mencapai 10 - 14%. Pulp merupakan lapisan lendir dari biji kakao terdiri dari 80-90 % air, dan gula 4-8%. Komposisi pulp yang demikian merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme (Asmara, 1996, dalam Nada 1999).

Fermentasi Biji Kakao
Fermentasi merupakan suatu proses yang menghasilkan produk berupa alkohol dan asam organik yang terjadi secara khas pada bahan tumbuhan, sebagai akibat penguraian karbohidrat yang merupakan senyawa organik yang utama pada jaringan tumbuhan (Stanier, 1982). Menurut Lay dan Hastowo (1992), fermentasi tidak hanya terjadi pada senyawa gula, melainkan dapat pula terjadi pada asam amino, asam organik, purin dan pirimidin, namun jika proses ini berlangsung secara tidak teratur kadang gula langsung dirubah menjadi asam organik (Supardi dan Sukamto, 1999 dalam Shumbogo, 2004).
Fermentasi biji kakao itu sendiri merupakan suatu proses pengolahan pasca panen yang mempengaruhi mutu biji kakao. Dalam proses ini terjadi penguraian gula menjadi alkohol yang dilakukan oleh beberapa jenis khamir, yang dilanjutkan dengan penguraian alkohol menjadi asam asetat dan asam laktat oleh beberapa jenis bakteri (katabolisme). Selain itu, selama proses ini juga berlangsung pembentukan senyawa-senyawa organik yang merupakan senyawa calon pembentuk aroma pada biji kakao (anabolisme) akibat aktivitas mikroorganisme tersebut (Atmana, 2000). Perbandingan komposisi bji kakao yang segar dan yang telah mengalami fermentasi, dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Perbandingan komposisi biji kakao segar dan
yang telah mengalami fermentasi
Komposisi
Biji kakao segar (%)
Biji kakao yang difermentasi (%)
Air
 6,43
 0,50
Lemak
44,44
50,22
Theobromin
  1,49
  1,55
Karbohidrat
28,52
26,98
Protein
11,83
14,04
Abu
  4,00
  3,76
Lain-lain
   3,29
  2,95

Mikroorganisme dalam Fermentasi Biji Kakao
Mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi biji kakao yaitu khamir (yeast), bakteri asam cuka dan bakteri asam laktat. Dengan aktivitas ketiga jenis mikroorganisme ini menyebabkan adanya perubahan enzimatis selama fermentasi. Pada bagian pulp buah (daging buah) terjadi perombakan gula menjadi alkohol oleh khamir dan perombakan alkohol menjadi asam cuka oleh bakteri asam cuka atau bakteri asam susu (Heddy, 1990). Menurut Atmana (1996) dan Nada (1999), pada tahap awal fermentasi mikroorganisme yang paling aktif adalah khamir.
Khamir digolongkan dalam tiga familia yaitu Saccharomyecetaceae, Sporabolomycetaceae, dan Cryptococcaceae. Ciri khas organisme ini adalah reproduksi vegetatifnya yang disebut budding atau penyembulan meskipun reproduksi dengan pembelahan dan pembentukan spora dapat berlangsung namun akan selalu terdapat cara budding. Reproduksi seksual terjadi dengan perkawinan yang diikuti dengan produksi spora seksual yang terletak pada kantung spora yang disbut askus. Khamir sering dijumpai dalam bentuk tunggal, tapi bila sel anaknya tidak lepas dari sel induk setelah pembelahan, maka akan terjadi bentuk yang disebut pseudomiselium (Schelegel, 1994).
Secara umum ukuran khamir lebih besar dari bakteri namun ukuran khamir yang terkecil tidak lebih besar dari bakteri yang terbesar. Lebar khamir berkisar  1-5 µm dan panjangnya 5-30 µm atau lebih. Setiap spesies memiliki bentuk yang khas namun dalam biakan murni masih terdapat varietas yang luas dalam ukuran dan bentuk sel individunya tergantung dari umur dan lingkungannya. Pada umumnya, bentuk sel khamir bulat telur dan ada beberapa yang memanjang dan berbentuk bola (Pelczar dan Chan, 1986). Khamir memiliki suhu optimum 25oC-30 oC, dan suhu maksimum 35 oC-47 oC. Dapat tumbuh dengan baik dalam kondisi aerob, namun ada beberapa jenis yang dapat hidup dalam kondisi an aerob meskipun pertumbuhannya lambat (Waluyo, 2004).

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...