09 Januari 2013

ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN

Sebagaimana kita ketahui bahwa ilmu pengetahuan bersumber kepada Al-Qur’an, juga dijelaskan bahwa dalam banyak ayat Al-Qur’an, Allah telah memerintahkan manusia untuk berpikir, meneliti, dan belajar. Hal ini lebih jauh mengokohkan Al-Qur’an sebagai sumber petunjuk bagi ilmu pengetahuan. Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam, hal ini terlihat dari banyaknya ayat Al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulia, di samping Hadits-hadits Nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Di dalam Al-Qur’an kata ilmu dan kata-kata jadiannya digunakan lebih dari 780 kali, ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari Al-Qur’an sangat kental dengan nuansa-nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam. Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu, Al-Qur’an, dan As-Sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi

Kewajiban Menuntut Ilmu
Pengahargaan terhadap ilmu
Penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan sangat tinggi sekali karena sesungguhnya hal ini merupakan cerminan penghargaan bagi kemanusiaan itu sendiri. Manusialah makhluk satu-satunya yang secara potensial diberi kemampuan untuk menyerap ilmu pengetahuan. Penghargaan ini dapat dilihat dari beberapa aspek.
  1. Pertama, turunya wahyu pertama kepada Rasulullah SAW. Yaitu surah Al-‘alaq, ayat 1-5. Ayat yang dimulai dengan perintah membaca ini mencermikan betapa pentingnya aktivitas itu bagi kehidupan manusia terutama dalam menagkap hakikat dirinya dan lingkungan alam di sekitarnya.
  2. Kedua, banyaknya ayat Alquran yang memerintahkan manusia untuk menggunakan akal, pikiran dan pemahaman. Ini menandakan bahwa manusia yang tidak memfungsikn kemampuan terbesar pada dirinya itu adalah manusia yang tidak berharga. Seperti dalam surah Al-Baqarah ayat 44, surah Yaa Siin ayat 68, surah Al-An’aam ayat 50.
  3. Ketiga, Allah SWT. Memandang rendah orang-orang yang tidak mau menggunakan potensi akalnya sehingga mereka disederajatkan dengan binatang bahkan lebih rendah lagi.
  4. Keempat, Allah memandang lebih tinggi derajat orang yang berilmu dibandingkan orang-orang yang bodoh. Kedua kelompok orang ini tidak sama. Hal ini di sebabkan hanya dengan ilmulah seseorang dapat beramal dengan baik dan benar.
  5. Kelima, Allah akan meminta pertanggung jawaban orang-orang yang melakukan sesuatu tidak berdasarkan ilmu. Tradisi ilmiah dalam kehidupan seorang muslim dengan demikian menjadi suatu keniscayaan.
  6. Keenam, pemahaman terhadap ajaran agama harus berdasarkan ilmu. Seorang muslim tidak boleh menerima ajaran yang tidak memiliki landasan ilmiah yang kokoh. Selain itu ia harus memehami ajaran tersebut dengan pemahaman yang benar.
  7. Ketujuh, dalam menentukan orang-orang pilihan yang akan memimpin manusia di muka bumi ini Allah melihat isi keilmuannya. Jadi ilmu adalah salah satu syarat kepemimpinan yang tidak boleh diabaikan.
  8. Kedelapan, Allah menganjurkan kepada seseorang beriman untuk senantiasa berdoa bagi pertumbuhan keluasan ilmunya.
Perintah menuntut ilmu
Menuntut ilmu adalah bagian yang sangat penting dari pengamalan ajaran Islam. Ilmu menunjukkan seseorang pada jalan kehidupan yang memberikan keyakinan.
Rasulullah bersabda :
“Barang siapa menjalani satu jalan untuk menuntut ilmu, maka dianugerahi Allah kepadanya jalan ke surga.” (Hadist Riwayat Muslim).
“Menuntut ilmu itu wajib untuk tiap-tiap muslim.” (Hadist Riwayat Ibnu majah).

Model kewajiban
Ilmu yang telah dicapai dan diterima manusia sangat luas hampir dipastikan sangat mustahil bagi seseorang untuk mencapai segala jenis ilmu dengan sedalam-dalamnya. Oleh karena itu terdapat pembatasan-pembatasan tertentu dalam kaitan kewajiban menuntut ilmu. Contohnya, jika waktu sholat datang ia wajib melaksanakan sholat, maka wajib baginya mempelajari ilmu tentang sholat. Jika Ramadhan tiba ia wajib menjalankan ibadah puasa, maka wajib baginya mempelajari ilmu puasa dan seterusnya.

Karakteristik dan Klasifikasi Ilmu dalam Islam
Sumber dan metode ilmu
Kehidupan agama Islam di panggung sejarah peradaban manusia memiliki arti tersendiri, termaksud dalam bidang ilmu pengetahuan. Islam memberi waktu khas corak peradaban yang di warisi Romawi-Yunani yang pernah berjaya selama satu milenium sebelumnya.
Ilmu dalam Islam berdasarkan paham kesatupadanan yang merupakan inti wahyu Allah SWT. Sebagaimana seni Islam murni yang melahirkan bentuk plastis yang dapat membuat orang merenungkan keesaan Ilahi, begitu pula semua ilmu yang pantas disebut bersifat Islam menunjukkan kesatupaduan alam. Tujuan dari semua ilmu dikembangkan berdasarkan Islam ialah untuk menunjukkan kesatupaduan dan saling berhubungan dari segala yang ada.
Sebelum Nabi Muhammad SAW. diutus untuk menjalankan dan menyebarkan risalahnya, sumber – sumber bagi dunia ilmu pengetahuan hanyalah pengembaraan akal yang dikuasai oleh naluri dalam berbagai nafsu manusia. Dengan berbekal hal ini, manusia mengembangkan pemikiran induktifnya dan kemudian melahirkan karya – karya yang dianggap besar pada zamannya.
Turunnya wahyu Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW. Membawa semangat baru bagi dunia ilmu pengetahuan. Ditinjau dari peranan kewahyuan dalam kehidupan manusia, sebenarnya apa yang terjadi pada diri beliau bukanlah suatu hal yang baru. Para Nabi Allah sebelumnya pernah diutus ke berbagai generasi manusia dalam suatu kurun waktu yang sangat panjang namun keunikan ajaran Islam yang di bawa Nabi Muhammad SAW. Membawa semangat baru, kebekuan zaman. Lahirnya Islam mendorong manusia kesumber-sumber pengetahuan lain denagn tujuan baru, yakni lahirnya tradisi intelek induktif.
“kami akan memperlihatkan pada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami disegenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Alquran itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan sesuatu.” (Fus Silat, 41:53)
Alquran menganggap “anfus” (ego) dan “afak” (dunia) sebagai sumber pengetahuan. Tuhan menampakkan tanda-tanda-Nya dalam pengalaman batin dan juga pengalaman lahir. Ilmu dalam Islam memiliki kapasitas sangat luas karena di timbang dari berbagai sisi pengalaman ini. Alquran melihat tanda-tanda kebenaran dalam matahari, bulan, pemanjangan bayang-bayang, pergantian siang dan malam, aneka macam warna kulit dan bahasa manusia, dan peredaran sejarah diantara bangsa-bangsa sebagaimana disebut dalam surat Ali Imran, 3:140. Pengarahan kepada obyek yang konkret ini telah melahirkan tradisi induksi yang kritis, dinamis dan intelek. Metode ini telah melepaskan ilmuan muslim dari kungkungan pengaruh filsafat yunani.
Jelas bahwa jiwa kebudayaan Islam yang diarahkan kepada yang konkret dan terbatas dan yang telah melahirkan metode observasi dan eksperiment bukanlah sebuah hasil kompromi dengan pikiran yunani. Oleh karena itu, setelah melalui pergulatan panjang, ilmuwan muslim akhirnya mampu memperbaiki dan mengoreksi karya-karya yunani. Ilmu-ilmu muslimin memiliki jati diri yang tegas.

Keterbatasan Ilmu
Manusia diberi anugerah oleh Allah dengan alat – alat kognitif yang alami terpasang pada dirinya. Dengan alat ini manusia mengadakan observasi, eksperiment, dan rasionalisasi. Sejarah ilmu pengetahuan manusia tidak akan pernah berakhir. Bahkan semakin banyak hal yang di ketahui oleh para ilmuwan semakin banyak pula pertanyaan baru yang muncul. Penemuan ilmiah bagai tak habis-habis karena senatiasa dikoreksi atau diperbaiki dari zaman-zaman.

Ilmu-ilmu semu
Banyak orang yang mempelajari ilmu pengetahuan tetapi dirinya bersikap sekuler. Tak terkesan sedikitpun kecendrungannya kepada Islam. Ilmu-ilmu seperti inilah yang di sebut sebagai ilmu yang semu karena tidak membawa manusia kepada tujuan hakiki. Mengapa hal ini bisa terjadi? Allah SWT. Menggambarkan bahwa fenomena di atas di sebabkan oleh beberapa hal:
  1. Pertama, sikap apriori dari para pencari ilmu dengan tidak menyakini bahwa ajaran Islam benar-benar dari Allah SWT. Dan berguna bagi kehidupan manusia di dunia ini. 
  2. Kedua, sikap kesombongan terhadap kebenaran dengan membiarkan nafsu menguasai cara berpikir mereka.
  3. Ketiga, terbelenggunya akal pikiran karena peniruan yang membabi buta terhadap karya-karya pendahulu (nenek moyang) mereka. Juga terbelenggu orang-orang yang memiliki otoritas terhadap diri mereka. 
  4. Keempat, mengikuti prasangkaan yang tidak memiliki landasan yang kokoh, hanya bersifat spekulatif belaka.
Klasifikasi Ilmu
Pada dasarnya ilmu itu dibagi atas dua bagian besar yakni ilmu-ilmu tanziliyah yaitu ilmu-ilmu di kembangkan akal manusia terkait dengan nilai-nilai yang diturunkan Allah baik dalam kitabnya maupun hadis-hadis Rasulullah SAW. Dan ilmu-ilmu kauniyah yaitu ilmu-ilmu yang dikembangkan akal manusia karena interaksinya dengan alam.
Antara ilmu tanziliyah dan kauniyah tidak bisa dipisahkan karena keduanya saling melengkapi bagi kehidupan manusia. Ilmu tanziliyah berfungsi menuntun jalan kehidupan manusia, sedangkan kauniyah menjadi sarana manusia dalam memakmurkan alam ini.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...