26 Juli 2013

PERUBAHAN KURIKULUM DI INDONESIA

Perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia harus diantisipasi dan dipahami oleh berbagai pihak, karena kurikulum sebagai rancangan pembelajaran memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran, yang akan menentukan proses dan hasil pendidikan. Sekolah sebagai pelaksana pendidikan berkepentingan dan akan terkena imbas dalam setiap perubahan kurikulum. Di samping itu, orang tua serta masyarakat yang “menampung” lulusan, serta birokrat baik di daerah maupun pusat akan terkena dampak langsung dari perubahan-perubahan kurikulum itu. Oleh karena itu, perubahan kurikulum ini harus disikapi secara positif dengan mengkaji dan memahami impelmentasinya di sekolah.

Keberhasilan dari perubahan kurikulum di sekolah juga akan sangat tergantung pada guru dan kepala sekolah yang dijadikan sebagai kunci yang menentukan serta menggerakkan berbagai komponen dan dimensi sekolah lainnya. Keberhasilan implementasi kurikulum ini juga dipengaruhi oleh kemampuan guru terutaman berkaitan dengan pengetahuan dan kemampuan, serta tugas yang ia emban. Tidak jarang kegagalan dalam pengimplementasian kurikulum ini karena kurangnya keterampilan, pengetahuan, serta kemampuan guru dalam memahami tugas-tugas yang harus ia laksanakan. Di sisi lain, kelemahan dan hambatan dalam implementasi kurikulum bersumber pada persepsi yang berbeda di antara komponen-komponen pelaksana (kepala dinas, pengawas, kepala sekolah, dan guru), serta kurangnya kemampuan menerjemahkan kurikulum ke dalam operasi pembelajaran. Kondisi ini antara lain disebabkan karena pengangkatan mereka dalam posisi tersebut bukan berdasarkan keahlian untuk mengemban tugas yang dituntut oleh kedudukannya.

Berikut adalah tujuh cara sukses implementasi sebuah kurikulum yang dimodifikasi dari tulisan E. Mulyasa (2004:13).

1)   Mensosialisasikan  Perubahan Kurikulum
Sosialisasi atas setiap perubahan kurikulum di Indonesia sangatlah urgen dilakukan pemerintah kepada seluruh warga sekolah, bahkan juga terhadap siswa dan orang tua. Sosialisasi bisa dilakukan oleh kepala sekolah apabila ia telah memahami kurikulum tersebut ataupun bisa mengundak pihak yang telah mengerti  tentang kurikulum baru yang akan diterapkan.

Sosialisasi yang matang akan dapat menunjang kemudahan dalam memamahami kurikulum yang ditawarkan dan dapat diterapkan secara optimal. Setelah sosialisasi, pihak sekolah bisa mengadakan rapat untuk mendapatkan persetujuan bersama komite sekolah dan tenaga kependidikan agar implementasi kurikulum yang baru dapat terlaksana dengan baik.

2)   Menciptakan Lingkungan yang kondusif
Lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari sekulurh warga sekolah, kesehatan sekolah, iklim belajar yang kondusif dapat menjadi faktor pendukung dan memberikan daya tarik tersendiri bagi proses pembelajaran. Iklim belajar yang kondusif haruslah ditunjang oleh berbagai fasilitas belajar yang menyenangkan; seperti sarana, laboratorium, pengaturan lingkungan, penampilan dan sikap guru, hubungan yang harmonis antar siswa dengan guru begitu juga sebaliknya, serta penataan organisasi, dan pembelajaran yang tepat sesuai dengan kemampuan siswa.

3)   Mengembangkan fasilitas dan sumber belajar
Fasilitas dan sumber belajar yang perlu dikembangkan dalam menyukseskan suatu kurikulum ialah seperti laboratorium, pusat sumber belajar, dan perpustakaan. Pendayagunaan fasilitas dan sumber belajar dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas belajar siswa.

4)   Mengembangkan kemandirian sekolah
Mengembangkan kemandirian sekolah yakni mengembangkan kemandirian kepala sekolah, terutama dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyelaraskan semua sumber daya pendidian yang tersedia serta memberikan arahan dalam mengimplementasikan kurikulum yang baru. Kemandirian dan profesionalisme kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap.

5)   Mengubah paradigma (pola pikir) guru
Guru perlu diberikan sebuah pelatihan serta penataran khusus mengenai bagaimana pelaksanaan kurikulum yang baru. Kegiatan ini bisa diadakan oleh pihak sekolah dengan mengundang ahli pendidikan dan kurikulum ataupun dilakukan oleh tenaga kependidikan di lingkungan daerahnya setempat. Hal ini dirasakan perlu karena gurulah yang paling banyak menghabiskan waktu di kelas selama proses pembelajaran.

6)   Memberdayakan tenaga kependidikan
Manajemen tenaga kependiidikan harus ditujukan untuk memberdayakan tenaga-tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Pelaksanaan manajemen tenaga kependidikan di Indonesia sedikitnya mencakup tujuh kegiatan utama, yaitu perencanaan tenaga kependidikna, pengadaan tenaga kependidikan, pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan, promosi dan mutasi, pemberhentian tenaga kependidikan, kompensasi, dan penilaian tenaga kepdndidikan. Semua itu dilakukan dengan baik dan benar agar apa yang diharakan tercapai, yakni tersedianya tenaga kependidikan yang diperlukan kualifikasi dan kemampun yang sesuai serta dapat melaksanakan kerja dengan baik. Oleh karena itulah pemberdayaan tenaga kependidikan menjadi salah satu faktor pendukung dalam implementasi kurikulum baru di Indonesia.

Menurut Mulyasa (dalam modul PJJ PGSD http://pjjpgsd.dikti.go.id) pada umumnya perubahan kurikulum terkait dengan komponen-komponennya, yakni:
  1. Perubahan dalam tujuan. Perubahan ini didasarkan kepada pandangan hidup masyarakat dan falsafah bangsa. Tanpa tujuan yang jelas, tidakaakan membawa perubahan yang berarti, dan tidak ada petunjuk ke mana pendidikan diarahkan.
  2. Perubahan isi dan struktur. Perubahan ini meninjau struktur mata pelajaran-mata pelajaran yang diberikan kepada siswa termasuk isi dari setiap mata pelajaran. Perubahan ini dapat menyangkut isi mata pelajaran, aktivitas belajar anak, pengalaman yang harus diberikan kepada anak, juga organisasi atau pendekatan dari mata pelajaran-mata pelajaran tersebut. Apakah diajarkan secara terpisah-pisah (subject matter curriculum), apakah lebih mengutamakan kegiatan dan pengalaman anak (activity curriculum) atau diadakan pendekatan interdisipliner (correlated curriculum) atau dilihat proporsinya masing-masing jenis ; mana yang termasuk pendidikan umum, pendidikan keahlian, pendidikan akademik dan lain-lain.
  3. Perubahan strategi kurikulum. Perubahan ini menyangkut pelaksanaan kurikulum itu sendiri yang meliputi perubahan teori belajar mengajar, perubahan sistem administrasi, bimbingan dan penyuluhan, perubahan sistem penilaian hasil belajar.
  4. Perubahan sarana kurikulum. Perubahan ini menyangkut ketenagaan baik dari segi kualitas dan kuantitas, juga sarana material berupa perlengkapan sekolah seperti laboraturium, perpustakaan, alat peraga dan lain-lain.
  5. Perubahan dalam sistem evaluasi kurikulum. Perubahan ini menyangkut metode/cara yang paling tepat untuk mengukur/menilai sejauh mana kurikulum berjalan efektif dan efesien, relevan dan produktivitas terhadap program pembelajaran sebagai suatu sistem dari kurikulum.

*TulisanPendidikan

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...