Indonesia merupakan salah
satu negara penghasil Kakao, sebagian besar produksi
Kakao Indonesia diekspor dengan tujuan Amerika, Singapura, Malaysia, Brasil,
dan Cina. Namun konsumen pasar Eropa menilai mutu Kakao Indonesia sangat kurang, sehingga ekspor kakao Indonesia selain tidak
mendapat premi juga mengalami penurunan
harga yang cukup tinggi. Mutu yang kurang disebabkan karena kandungan lemak
biji Kakao Indonesia yang
rendah sekitar 50% - 52% dari berat kering, sedangkan pada umumnya yang
dikehendaki pasar Eropa adalah biji Kakao yang berkadar lemak tidak kurang dari 55% dari berat kering. Selain
itu biji Kakao Indonesia
tidak memiliki aroma khas Kakao,
dikarenakan biji Kakao tidak difermentasikan terlebih dahulu (Atmana,1996).
Pentingnya fermentasi pada
biji Kakao dikarenakan pada
proses ini dihasilkan calon senyawa aroma khas cokelat. Selain itu selama
proses ini terjadi penurunan kadar polifenol yang dapat menurunkan rasa kelat,
namun proses fermentasi tidak boleh berlebihan (over fermentation) karena selain merusak citarasa dan aroma, juga
akan terjadi pembentukan warna yang berlebihan. Perubahan senyawa selama
fermentasi ini tidak lepas dari aktivitas enzimatis mikroorganisme, yang
berperan untuk memecah gula menjadi alkohol dan selanjutnya terjadi pemecahan
alkohol mejadi asam asetat. Pada awal fermentasi, mikroorganisme yang aktif
adalah khamir (yeast) yang memecah
sukrosa, glukosa dan fruktosa menjadi etanol. Bersamaan dengan hal itu, terjadi
pula pemecahan pektin dan metabolisme asam organik. Aktivitas selanjutnya
dilakukan beberapa genera bakteri asam laktat dan asam asetat yang memecah
etanol menjadi asam laktat. Selain itu juga dihasilkan asam asetat, dan asam
organik lain seperti asam sitrat dan malat (Atmana, 2000).
Tanaman Kakao
Tanaman Kakao memiliki habitus pohon kecil, yang
kadang-kadang rendah sudah bercabang, dengan tinggi 3-8 m. Daunnya bertangkai,
berbentuk bulat telur terbalik memanjang kadang meruncing, dengan luas 10-48 x
4-20 cm. Bunga berkelamin dua, berbilang 5, yang terletak dalam berkas di
ketiak atau pada kayu yang tua. Daun kelopak berbentuk lanset, dengan panjang
6-8 mm, berwarna putih namun kadang-kadang keunguan. Daun mahkota memiliki
panjang 8-9 mm, kuku dari dalam dengan 2 rusuk berwarna merah, helaiannya
menggantung, berwarna putih kuning atau kemerahan. Tabung benang sari berbentuk
periuk, setiap tabung terdiri 2 benang sari yang seluruhnya bersatu, letaknya
berseling dengan satu staminodium. Staminodium berwarna ungu tua dengan ujung
putih. Bakal buah beruang 5 dan memiliki bakal biji yang banyak. Buahnya
merupakan buni berbentuk telur memanjang, dengan 5 pasang rusuk yang berwarna
ungu atau kuning, dengan panjang sekitar 12-13 cm dengan dinding kulit yang
tebal (van Steenis, 1997). Untuk jenis kakao lindak buahnya berwarna hijau
ketika masih muda dan setelah tua berwarna kuning, bijinya berwarna ungu tua,
gepeng dan rasanya pahit. Dinding buah keras dan permukaan halus, serta
memiliki alur yang tidak begitu dalam, dengan ujung yang membulat (Anonim,
1994).
Buah kakao terdiri dari 4
bagian, yaitu kulit, plasenta, pulp serta biji. Biji terdiri dari 2 bagian,
yaitu kulit biji (testa) dan keping biji. Keping biji merupakan bagian terbesar
dari biji yaitu 86 - 90%, sisanya merupakan kulit biji mencapai 10 - 14%. Pulp merupakan lapisan lendir
dari biji kakao terdiri dari 80-90 % air, dan gula 4-8%. Komposisi pulp yang
demikian merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme (Asmara,
1996, dalam Nada 1999).
Fermentasi Biji Kakao
Fermentasi merupakan suatu
proses yang menghasilkan produk berupa alkohol dan asam organik yang terjadi
secara khas pada bahan tumbuhan, sebagai akibat penguraian karbohidrat yang
merupakan senyawa organik yang utama pada jaringan tumbuhan (Stanier, 1982).
Menurut Lay dan Hastowo (1992), fermentasi tidak hanya terjadi pada senyawa
gula, melainkan dapat pula terjadi pada asam amino, asam organik, purin dan
pirimidin, namun jika proses ini berlangsung secara tidak teratur kadang gula
langsung dirubah menjadi asam organik (Supardi dan Sukamto, 1999 dalam Shumbogo, 2004).
Fermentasi biji kakao itu
sendiri merupakan suatu proses pengolahan pasca panen yang mempengaruhi mutu
biji kakao. Dalam proses ini terjadi penguraian gula menjadi alkohol yang
dilakukan oleh beberapa jenis khamir, yang dilanjutkan dengan penguraian
alkohol menjadi asam asetat dan asam laktat oleh beberapa jenis bakteri (katabolisme). Selain itu, selama proses
ini juga berlangsung pembentukan senyawa-senyawa organik yang merupakan senyawa
calon pembentuk aroma pada biji kakao (anabolisme)
akibat aktivitas mikroorganisme tersebut (Atmana, 2000). Perbandingan komposisi
bji kakao yang segar dan yang telah mengalami fermentasi, dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Perbandingan komposisi biji
kakao segar dan
yang telah mengalami fermentasi
Komposisi
|
Biji kakao segar (%)
|
Biji kakao yang difermentasi (%)
|
Air
|
6,43
|
0,50
|
Lemak
|
44,44
|
50,22
|
Theobromin
|
1,49
|
1,55
|
Karbohidrat
|
28,52
|
26,98
|
Protein
|
11,83
|
14,04
|
Abu
|
4,00
|
3,76
|
Lain-lain
|
3,29
|
2,95
|
Mikroorganisme dalam Fermentasi Biji Kakao
Mikroorganisme yang berperan
dalam fermentasi biji kakao yaitu khamir (yeast),
bakteri asam cuka dan bakteri asam laktat. Dengan aktivitas ketiga jenis
mikroorganisme ini menyebabkan adanya perubahan enzimatis selama fermentasi.
Pada bagian pulp buah (daging buah) terjadi perombakan gula menjadi alkohol
oleh khamir dan perombakan alkohol menjadi asam cuka oleh bakteri asam cuka
atau bakteri asam susu (Heddy, 1990). Menurut Atmana (1996) dan Nada (1999),
pada tahap awal fermentasi mikroorganisme yang paling aktif adalah khamir.
Khamir digolongkan dalam tiga
familia yaitu Saccharomyecetaceae,
Sporabolomycetaceae, dan Cryptococcaceae.
Ciri khas organisme ini adalah reproduksi vegetatifnya yang disebut budding atau penyembulan meskipun
reproduksi dengan pembelahan dan pembentukan spora dapat berlangsung namun akan
selalu terdapat cara budding.
Reproduksi seksual terjadi dengan perkawinan yang diikuti dengan produksi spora
seksual yang terletak pada kantung spora yang disbut askus. Khamir sering dijumpai dalam bentuk tunggal, tapi bila sel
anaknya tidak lepas dari sel induk setelah pembelahan, maka akan terjadi bentuk
yang disebut pseudomiselium
(Schelegel, 1994).
Secara umum ukuran khamir
lebih besar dari bakteri namun ukuran khamir yang terkecil tidak lebih besar
dari bakteri yang terbesar. Lebar khamir berkisar 1-5 µm dan panjangnya 5-30 µm atau lebih.
Setiap spesies memiliki bentuk yang khas namun dalam biakan murni masih
terdapat varietas yang luas dalam ukuran dan bentuk sel individunya tergantung
dari umur dan lingkungannya. Pada umumnya, bentuk sel khamir bulat telur dan
ada beberapa yang memanjang dan berbentuk bola (Pelczar dan Chan, 1986). Khamir
memiliki suhu optimum 25oC-30 oC, dan suhu maksimum 35
oC-47 oC. Dapat tumbuh dengan baik dalam kondisi aerob, namun
ada beberapa jenis yang dapat hidup dalam kondisi an aerob meskipun
pertumbuhannya lambat (Waluyo, 2004).
0 komentar:
Posting Komentar