MMT sangat populer di instansi profit khususnya di
badan usaha dan industry yang telah membuktikan keberhasilannya dalam
mengembangkan dan mempertahankan eksistensinya masing-masing dalam kondisi yang
kompetitif. Kondisi inilah yang mendorong instansi nonprofit untuk
mempraktikkannya termasuk di bidang pendidikan. Menurut Bounds seperti yang
dikutip oleh Mulyadi (2008) bahwa
Manajemen Mutu Terpadu adalah suatu sistem manajemen yang berfokus kepada orang
yang bertujuan untuk meningkatkan secara berkelanjutan kepuasan customer pada
biaya sesungguhnya yang secara berkelanjutan terus menerus. MMT merupakan
pendekatan sistem secara menyeluruh dan bagian terpadu strategi tingkat tinggi.
Sistem ini bekerja secara horisontal menembus fungsi dan departemen, melibatkan
karyawan dari atas sampai bawah, meluas, dan mencakup mata rantai pemasok dan
customer. Menurut Hadari Nawawi, MMT adalah manajemen fungsional dengan
pendekatan yang secara terus menerus difokuskan kepada peningkatan kualitas
agar produknya sesuai standar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam
pelaksanaan tugas pelayanan umum dan pembangunan masyarakat. Pengertian lain
dikemukakan oleh Santoso sebagaimana dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2007:3) bahwa “TQM merupakan system manajemen yang mengangkat
kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota
organisasi.” Selain itu mereka juga menyatakan pendapat bahwa TQM merupakan
suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba memaksimalkan daya saing
organisasi melalui perbaikan terus-menerus atau produk, jasa, manusia, proses
dan lingkungannya. Berdasarkan pengertian di atas, Hadari Nawawi (2006) mengemukakan tentang karakteristik
TQM sebagai berikut:
1. Fokus pada pelanggan
2. Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas
3. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan
keputusan
4. Memiliki komitmen jangka panjang
Empat
belas butir pemikiran tentang peningkatan mutu suatu organisasi yang diusulkan
Deming diharapkan dapat diterapkan dalam upaya peningkatan mutu manajemen
pendidikan di Indonesia. Dari keempat belas butir pemikiran Deming tersebut,
unsur kepemimpinan merupakan unsur utama. Dalam bidang pendidikan kehadiran
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) telah memberikan angin segar yang menjanjikan,
karena pada tataran teoritis, MBS memberikan kewenangan kepada sekolah untuk
melahirkan berbagai kebijakan dan keputusan perbaikan menyangkut kepentingan
kemajuan sekolah itu sendiri.
Namun setelah
ditelusuri, ternyata sekolah belum mampu menempatkan diri sebagai organisasi
sosial modern yang berorientasi peningkatan mutu, sehingga pelaksanaan dan
pengembangan program terasa tergesa-gesa dan berimplikasi pada kesenjangan
pemahaman tentang manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah antara lembaga
sekolah dan policy department (inovator). Sebagai contoh, kepala sekolah
sebagai pemimpin ternyata belum mampu memahami dan apalagi mentransfer konsep
Manajemen Berbasis Sekolah kepada guru-guru dan karyawan lainnya. Pemahaman dan
pelaksanaannya hanya dilakukan sebatas program yang diajukan dalam proposal.
Padahal peran kepemimpinan sangat menentukan maju mundurnya suatu organisasi
dalam mencapai manajemen kualitas.