Contoh Site Plan Pembangunan Hutan Kota |
Hadirnya Mahkota Hijau (nama hutan kota UI) di kawasan kampus UI Depok, paling tidak
ada tiga stakeholder atau pihak yang kepentingan yang ikut berkiprah di
dalam proses pembangunannya. Pertama adalah Institusi yang memiliki embanan
tugas untuk melaksanakan pembangunan hutan kota,
yaitu Dinas Pertanian dan kehutanan DKI Jakarta.
Kedua adalah institusi pemilik kawasan yaitu Universitas Indonesia yang telah
menyisihkan sebagaian lahannya, dan Ketiga adalah fihak-pihak perorangan, dan
atau profesi, serta Lembaga Swadaya Masyarakat, Kelompok Mahasiswa,
Pemuda/pelajar, Pramuka dan lainnya yang peduli terhadap kehadiran pembangunan
kawasan kampus.
Keikutsertaan ketiga pihak berkepentingan tersebut,
selain memiliki keinginan luhur untuk mewujudkan pembangunan hutan kota, juga
ingin berkomunikasi, maupun berkoordinasi dalam hal informasi yang erat
kaitannya dengan (a) perkembangan pembangunan Mahkota Hijau, (b) manfaat
hijauan kampus, (c) sejauhmana pihak-pihak terkait lain ikut berpartisipasi,
dan (d) hasil-hasil kajian atau riset atas peranan fungsi hutan kota sebagai
salah satu bentuk pengendalian lingkungan fisik kritis perkotaan, serta atas
jasajasanya sebagai penyangga lingkungan pendidikan tinggi.
Bahkan lebih menarik untuk diungkap, atas keinginan
pengelola untuk mensosialisasikan hutan kota, baik kepada masyarakat secara
luas, maupun kepada pengelola daerah khususnya di wilayah perkotaan. Berbagai
bentuk informasi dimaksud, meliputi paparan visual melihat dari dekat
hasil-hasil pembangunan hutan kota, maupun dalam bentuk suluhan (penyuluhan)
atas jasa-jasa kehadiran pembangunan hutan di wilayah perkotaan.
Hutan Kota Dalam Kancah Pembangunan
Hutan dan kota, adalah dua kutub isu yang selalu
menggelitik di dalam fenomena pembangunan dewasa ini, karena hutan mempunyai
ekspresi kearah konservasi, sedangkan kota ekspresinya berupa ekspansi.
Keduanya ternyata merentangkan benang merah dalam pembangunan yang
berkesinambungan, antara jawaban atas tututan dan tantangan ruang dan waktu
yang dihadapi.
Aspek strategis pembangunan Mahkota Hijau, secara
konseptual memberikan pengertian atas aspek konservasi dan rehabilitasi lahan.
Konservasi memberikan pengertian atas upaya penyelamatan, pelestarian, dan
pemanfaatan optimal secara terkendali dan berkelanjutan, atas dasar peranan
fungsi jasa bio-eko-hidrologis pepohonan hutan kota. Rehabilitasi lahan, merupakan upaya
pemulihan lahan, melalui peningkatan dan atau perbaikan mutu peranan fungsi
jasa hutan kota, agar terciptanya keseimbangan yang berarti dalam mengatasi
fenomena lingkungan fisik kritis perkotaan.
Membangun kawasan hutan kota, memiliki pengertian
mendayagunakan sumberdaya lahan (tapak) menjadi lebih potensial atas
jasa-jasanya, bahkan manfaat sesuai dengan peranan fungsinya. Berdasarkan
kaidah-kaidah konservasi, pengembangan jenis sesuai kondisi tapaknya, merupakan
cara-cara yang harus ditempuh, karena keberhasilan pembangunan hutan kota,
sangat ditentukan oleh strategi dan aplikasi pelaksanaannya, termasuk
pemrakarsa dana oleh para stakeholder.
Mencermati atas pentingnya peranan fungsi jasa
bio-eko-hidrologis pepohonan, memiliki kemampuan sebagai pengendali lingkungan
fisik kritris perkotaan, penopang lingkungan pendidikan, tampaknya sosialisasi
arti pentingnya peranan fungsi hutan kota, menjadi strategis kedudukannya dalam
kancah keseimbangan pembangunan berwawasan lingkungan hidup, khususnya di
lingkungan kampus.
Aspek Strategis Pembangunan Hutan Kota
Aspek strategis pembangunan hutan kota, pada dasarnya
berbeda dengan bentuk kriteria kawasan hijau lainnya, karena hutan kota dicirikan
oleh kriteria yang harus dipenuhi antara lain;
- mempunyai luas minimal yaitu 0,25 ha,
- bentuk tegakannya vegetasi berkayu, beserta tumbuhan bawah, hingga membentuk satuan ekologik terkecil, serta memberikan kesan padang dan kenyamanan lingkungan,
- terbentuknya pelapisan tajuk (strata), yang mencerminkan dinamika pertumbuhan hutan secara alami,
- mampu menyumbangkan atas peranan fungsi dan jasanya, serta mampu sebagai daya dukung mintakat kehidupan satwa liar.
Selain persyaratan hutan kota, bentuk kawasannya juga
menjadi aspek strategis yang harus dipenuhi. Berdasarkan potensi, fungsi dan
pengelolaanya, kawasan hijau di DKI Jakarta, dibedakan berdasarkan fungsi
sebagai:
- kawasan hijau konservasi, untuk keseimbangan tanah dan air,
- kawasan hijau lingkungan industri, untuk melindungi masyarakat dari gangguan-gangguan polusi,
- kawasan hijau permukiman, untuk menjamin kenyamanan dan kesegaran lingkungannya,
- kawasan hijau koleksi untuk maksud-maksud tujuan serba guna, tumbuhan langka dan unik yang secara keseluruhan merupakan bagian dari kriteria bentuk kawasan hijau perkotaan.
Dalam kaitannya dengan lingkungan fisik kritis
perkotaan, jasa ekologis pembangunan hutan-hutan kota menjadi strategis
kedudukannya di DKI Jakarta. Meningkatnya kutub-kutub panas kota, dengan berbagai macam jenis cemarannya;
pesat dan dratisnya penurunan airtanah dangkal yang diimbangi dengan semakin
luasnya susupan (instrusi) air laut, serta meningkatnya jumlah limbah baik
padatan maupun cairan yang cenderung menjadikan masyarakat lingkungan kampus
merasa kurang nyaman. Dalam pada itu, jasa biologis komunitas pepohonan dalam
bentuk hutan kota,
diyakini oleh para ilmuwan (akhli biologis dan lingkungan), mampu mengendalikan
dan melerai segala bentuk penyebab lingkungan fisik kritis perkotaan.
Hubungan timbal balik (saling interaksi) dalam suatu
proses ekosistem, pada hakekatnya berawal dari tumbuhan yang mengandung hijau
daun (khlorofil). Melalui perantaran khlorofil dan bantuan sinar matahari,
tumbuhan mampu mengubah zat karbon dioksida (CO2) dari udara, air dari dalam
tanah, dan menjadi karbohidarat (C6 H12 O6), ditambah dengan oksigen (O2), yang
dikenal dengan proses fotosintesis. Proses fotosintesis (reduksi) merupakan
proses yang paling menonjol di muka bumi ini, karena hampir semua jasad hidup
akhirnya terbentuk melalui deretan reaksi biokomia. Satu hal yang paling
esensial dari proses kimia tersebut, selain menghasilkan karbohidrat juga
oksigen yang berfungsi dalam proses pernapasan (respirasi) bagi semua makluk
hidup.
Potensi hutan kota dengan berbagai jenis tumbuhan,
merupakan habitat dan sangtuari kehidupan satwa liar seperti burung, mamalia
terbang, binatang melata dan beberapa jenis lainnya. Selain sebagai penyedia
sumber pakan, juga merupakan wahana terjadinya matarantai makanan bagi
kehidupan satwa liar. Dengan demikian pengertian satuan ekologik terkecil dalam
batasan hutan kota
menjadi jelas sebagai persyaratan yang harus dipenuhi, karena peranan fungsi
ekosistemnya. Dalam siklus hidrologi, vegetasi dapat berperan dalam
pengen-dalian air melalui proses infiltrasi, perkolasi melalui sistem perakaran
pepohonan, hingga terjaminnya pelestarian air tanah dalam (ground water) yang sangat esensial dalam pengaturan secara alamiah.
Pada musim hujan besaran laju limpasan air dapat dikendalikan oleh jajaran
pepohonan yang rapat, hingga luapan air akan tercegah, namun sebaliknya pada
musim kemarau potensi air tanah yang tersedia dapat menjamin lajunya debit
aliran sungai yang bermanfaat bagi kepentingan hidup biota perairan.
Lingkungan kampus yang “risau” dengan lalu-lalang
kendaraan bermotor dengan segala jenis emisi polutan, bising karena lintasan
kereta api, sering menyebabkan masyarakat kampus “merasa penat” dan merindukan
kenyamanan lingkungan dengan alam terbuka. Demikian halnya dengan berkurangnya
rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara sebagai akibat banyaknya
jalan beraspal, betonan, bangunan bertingkat dan berdinding kaca, papan
reklame, menara, dan antene pemancar. Hadirnya kawasan hijau kampus atas jasa
bio-ekologis penutupan vegetasinya mampu memodifikasi iklim mikro.
Melalui uraian atas keinginan masyarakat kampus
terhadap kawasan hijau, pada hakekatnya merupakan modal dasar keperdulian
terhadap kehadiran Mahkota Hijau, sebagai penyangga lingkungan aktivitasnya.
Untuk itu, persepsi dan sambutan masyarakat terhadap Obsesi Kampus yang “Teduh,
Nyaman dan Ramah lingkungan”, tampaknya telah dinantikan dan disambut, karena
jasa-jasanya yang tidak dapat disubstitusi dengan bentuk apapun.
Peranan Sosialisasi
Pembangunan Hutan Kota
Uraian di muka menyebutkan bahwa sosialisasi
pembangunan Mahkota Hijau menjadi strategis kedudukannya untuk disampaikan
kepada masyarakat luas di lingkungan kampus. Urgensi sosialisasi tersebut, karena
hutan kota di Indonesia merupakan hal yang baru, dan baru dicetuskan sejak
tahun 1978 pada saat Indonesia (Jakarta) menjadi tuan rumah kongres kehutanan
sedunia. Di sisi lain pada saat itu juga Kota Jakarta menerima gelar Jakarta Sebagai
Kota Tropis Dunia.
Secara ideologik, hadirnya pembangunan hutan kota di
DKI Jakarta, dituntut secara nasional, karena gelar yang disandangnya. Selain
gelar sebagai kota tropis dunia, Jakarta juga memiliki gelah sebagai Ibukota Negara dan kota Metropolitan.
Mencermati gelar metropolitan dan ibukota negara, sebenarnya Jakarta memerlukan hamparan taman yang indah
dan bukan dalam bentuk hutan. Akan tetapi tuntutan baik secara ideologik maupun
peranan fungsi kawasan hijau, serta kondisi fisik wilayah Jakartai, tampaknya
hanyalah hijauan dalam bentuk hutan yang dinilai mampu mengendalikan lingkungan
fisik kritis perkotaan, karena jasa bio-eko-hidrologisnya.
Atas dasar itulah pentingnya mengkomunikasikan
peranan fungsi jasa hutan kota terhadap keseimbangan lingkungan alam perkotaan.
Selain jasa dan peranan fungsi hutan kota, juga perlunya memacu terhadap
kesadaran institusi baik di lingkungan pemerintah maupun swasta untuk ikut
berperan aktif dalam pembangunanya.
Pentingnya koordinasi antar pengelola hutan kota, juga
menjadi tuntutan berikutnya. Agar makna dan tujuan pengembangan hutan kota memiliki persepsi
positif di kalangan masyarakat. Dalam pada itu, sosialisasi pembangunan hutan kota juga dituntut untuk menyampaikan
kepada masyarakat secara langsung atas jasa-jasanya. agar persepsi semua pihak
terhadap kehadiran hutan kota
dapat dipahami urgensinya.