Sebagaimana kita
ketahui bahwa ilmu pengetahuan bersumber kepada Al-Qur’an, juga dijelaskan
bahwa dalam banyak ayat Al-Qur’an, Allah telah memerintahkan manusia untuk
berpikir, meneliti, dan belajar. Hal ini lebih jauh mengokohkan Al-Qur’an
sebagai sumber petunjuk bagi ilmu pengetahuan. Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Ilmu adalah
pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Ilmu
menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam, hal ini terlihat
dari banyaknya ayat Al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang
tinggi dan mulia, di samping Hadits-hadits Nabi yang banyak memberi dorongan
bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Di dalam Al-Qur’an kata ilmu dan kata-kata jadiannya
digunakan lebih dari 780 kali, ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana
tercermin dari Al-Qur’an sangat kental dengan nuansa-nuansa yang berkaitan
dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam. Salah satu
ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap
masalah ilmu, Al-Qur’an, dan As-Sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan
mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang
berpengetahuan pada derajat tinggi
Kewajiban
Menuntut Ilmu
Pengahargaan
terhadap ilmu
Penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan sangat
tinggi sekali karena sesungguhnya hal ini merupakan cerminan penghargaan bagi
kemanusiaan itu sendiri. Manusialah makhluk satu-satunya yang secara potensial
diberi kemampuan untuk menyerap ilmu pengetahuan. Penghargaan ini dapat dilihat
dari beberapa aspek.
- Pertama, turunya wahyu pertama kepada Rasulullah SAW. Yaitu surah Al-‘alaq, ayat 1-5. Ayat yang dimulai dengan perintah membaca ini mencermikan betapa pentingnya aktivitas itu bagi kehidupan manusia terutama dalam menagkap hakikat dirinya dan lingkungan alam di sekitarnya.
- Kedua, banyaknya ayat Alquran yang memerintahkan manusia untuk menggunakan akal, pikiran dan pemahaman. Ini menandakan bahwa manusia yang tidak memfungsikn kemampuan terbesar pada dirinya itu adalah manusia yang tidak berharga. Seperti dalam surah Al-Baqarah ayat 44, surah Yaa Siin ayat 68, surah Al-An’aam ayat 50.
- Ketiga, Allah SWT. Memandang rendah orang-orang yang tidak mau menggunakan potensi akalnya sehingga mereka disederajatkan dengan binatang bahkan lebih rendah lagi.
- Keempat, Allah memandang lebih tinggi derajat orang yang berilmu dibandingkan orang-orang yang bodoh. Kedua kelompok orang ini tidak sama. Hal ini di sebabkan hanya dengan ilmulah seseorang dapat beramal dengan baik dan benar.
- Kelima, Allah akan meminta pertanggung jawaban orang-orang yang melakukan sesuatu tidak berdasarkan ilmu. Tradisi ilmiah dalam kehidupan seorang muslim dengan demikian menjadi suatu keniscayaan.
- Keenam, pemahaman terhadap ajaran agama harus berdasarkan ilmu. Seorang muslim tidak boleh menerima ajaran yang tidak memiliki landasan ilmiah yang kokoh. Selain itu ia harus memehami ajaran tersebut dengan pemahaman yang benar.
- Ketujuh, dalam menentukan orang-orang pilihan yang akan memimpin manusia di muka bumi ini Allah melihat isi keilmuannya. Jadi ilmu adalah salah satu syarat kepemimpinan yang tidak boleh diabaikan.
- Kedelapan, Allah menganjurkan kepada seseorang beriman untuk senantiasa berdoa bagi pertumbuhan keluasan ilmunya.
Perintah
menuntut ilmu
Menuntut ilmu adalah bagian yang sangat penting dari
pengamalan ajaran Islam. Ilmu menunjukkan seseorang pada jalan kehidupan yang
memberikan keyakinan.
Rasulullah bersabda :
“Barang siapa menjalani satu jalan untuk menuntut ilmu, maka dianugerahi
Allah kepadanya jalan ke surga.” (Hadist Riwayat Muslim).
“Menuntut ilmu itu wajib untuk tiap-tiap muslim.” (Hadist
Riwayat Ibnu majah).
Model
kewajiban
Ilmu yang telah dicapai dan diterima manusia sangat
luas hampir dipastikan sangat mustahil bagi seseorang untuk mencapai segala
jenis ilmu dengan sedalam-dalamnya. Oleh karena itu terdapat
pembatasan-pembatasan tertentu dalam kaitan kewajiban menuntut ilmu. Contohnya,
jika waktu sholat datang ia wajib melaksanakan sholat, maka wajib baginya
mempelajari ilmu tentang sholat. Jika Ramadhan tiba ia wajib menjalankan ibadah
puasa, maka wajib baginya mempelajari ilmu puasa dan seterusnya.
Karakteristik
dan Klasifikasi Ilmu dalam Islam
Sumber
dan metode ilmu
Kehidupan agama Islam di panggung sejarah peradaban
manusia memiliki arti tersendiri, termaksud dalam bidang ilmu pengetahuan. Islam
memberi waktu khas corak peradaban yang di warisi Romawi-Yunani yang pernah
berjaya selama satu milenium sebelumnya.
Ilmu dalam Islam berdasarkan paham kesatupadanan
yang merupakan inti wahyu Allah SWT. Sebagaimana seni Islam murni yang melahirkan
bentuk plastis yang dapat membuat orang merenungkan keesaan Ilahi, begitu pula
semua ilmu yang pantas disebut bersifat Islam menunjukkan kesatupaduan alam.
Tujuan dari semua ilmu dikembangkan berdasarkan Islam ialah untuk menunjukkan
kesatupaduan dan saling berhubungan dari segala yang ada.
Sebelum Nabi Muhammad SAW. diutus untuk menjalankan
dan menyebarkan risalahnya, sumber – sumber bagi dunia ilmu pengetahuan
hanyalah pengembaraan akal yang dikuasai oleh naluri dalam berbagai nafsu
manusia. Dengan berbekal hal ini, manusia mengembangkan pemikiran induktifnya
dan kemudian melahirkan karya – karya yang dianggap besar pada zamannya.
Turunnya wahyu Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW.
Membawa semangat baru bagi dunia ilmu pengetahuan. Ditinjau dari peranan
kewahyuan dalam kehidupan manusia, sebenarnya apa yang terjadi pada diri beliau
bukanlah suatu hal yang baru. Para Nabi Allah sebelumnya pernah diutus ke
berbagai generasi manusia dalam suatu kurun waktu yang sangat panjang namun
keunikan ajaran Islam yang di bawa Nabi Muhammad SAW. Membawa semangat baru,
kebekuan zaman. Lahirnya Islam mendorong manusia kesumber-sumber pengetahuan
lain denagn tujuan baru, yakni lahirnya tradisi intelek induktif.
“kami akan memperlihatkan pada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami
disegenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka
bahwa Alquran itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu)
bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan sesuatu.” (Fus Silat, 41:53)
Alquran menganggap “anfus” (ego) dan “afak” (dunia)
sebagai sumber pengetahuan. Tuhan menampakkan tanda-tanda-Nya dalam pengalaman
batin dan juga pengalaman lahir. Ilmu dalam Islam memiliki kapasitas sangat
luas karena di timbang dari berbagai sisi pengalaman ini. Alquran melihat tanda-tanda kebenaran dalam
matahari, bulan, pemanjangan bayang-bayang, pergantian siang dan malam, aneka
macam warna kulit dan bahasa manusia, dan peredaran sejarah diantara bangsa-bangsa
sebagaimana disebut dalam surat Ali Imran, 3:140. Pengarahan kepada obyek yang
konkret ini telah melahirkan tradisi induksi yang kritis, dinamis dan intelek.
Metode ini telah melepaskan ilmuan muslim dari kungkungan pengaruh filsafat
yunani.
Jelas bahwa jiwa kebudayaan Islam yang diarahkan
kepada yang konkret dan terbatas dan yang telah melahirkan metode observasi dan
eksperiment bukanlah sebuah hasil kompromi dengan pikiran yunani. Oleh karena
itu, setelah melalui pergulatan panjang, ilmuwan muslim akhirnya mampu
memperbaiki dan mengoreksi karya-karya yunani. Ilmu-ilmu muslimin memiliki jati
diri yang tegas.
Keterbatasan
Ilmu
Manusia diberi anugerah
oleh Allah dengan alat – alat kognitif yang alami terpasang pada dirinya.
Dengan alat ini manusia mengadakan observasi, eksperiment, dan rasionalisasi. Sejarah ilmu pengetahuan manusia tidak akan pernah
berakhir. Bahkan semakin banyak hal yang di ketahui oleh para ilmuwan semakin
banyak pula pertanyaan baru yang muncul. Penemuan ilmiah bagai tak habis-habis
karena senatiasa dikoreksi atau diperbaiki dari zaman-zaman.
Ilmu-ilmu
semu
Banyak orang yang mempelajari ilmu pengetahuan tetapi dirinya bersikap sekuler. Tak terkesan sedikitpun kecendrungannya kepada Islam. Ilmu-ilmu seperti inilah yang di sebut sebagai ilmu yang semu karena tidak membawa manusia kepada tujuan hakiki. Mengapa hal ini bisa terjadi? Allah SWT. Menggambarkan bahwa fenomena di atas di sebabkan oleh beberapa hal:
Banyak orang yang mempelajari ilmu pengetahuan tetapi dirinya bersikap sekuler. Tak terkesan sedikitpun kecendrungannya kepada Islam. Ilmu-ilmu seperti inilah yang di sebut sebagai ilmu yang semu karena tidak membawa manusia kepada tujuan hakiki. Mengapa hal ini bisa terjadi? Allah SWT. Menggambarkan bahwa fenomena di atas di sebabkan oleh beberapa hal:
- Pertama, sikap apriori dari para pencari ilmu dengan tidak menyakini bahwa ajaran Islam benar-benar dari Allah SWT. Dan berguna bagi kehidupan manusia di dunia ini.
- Kedua, sikap kesombongan terhadap kebenaran dengan membiarkan nafsu menguasai cara berpikir mereka.
- Ketiga, terbelenggunya akal pikiran karena peniruan yang membabi buta terhadap karya-karya pendahulu (nenek moyang) mereka. Juga terbelenggu orang-orang yang memiliki otoritas terhadap diri mereka.
- Keempat, mengikuti prasangkaan yang tidak memiliki landasan yang kokoh, hanya bersifat spekulatif belaka.
Klasifikasi Ilmu
Pada dasarnya ilmu itu dibagi atas dua bagian besar
yakni ilmu-ilmu tanziliyah yaitu ilmu-ilmu di kembangkan akal manusia terkait
dengan nilai-nilai yang diturunkan Allah baik dalam kitabnya maupun hadis-hadis
Rasulullah SAW. Dan ilmu-ilmu kauniyah yaitu ilmu-ilmu yang dikembangkan akal
manusia karena interaksinya dengan alam.
Antara ilmu tanziliyah dan kauniyah tidak bisa
dipisahkan karena keduanya saling melengkapi bagi kehidupan manusia. Ilmu
tanziliyah berfungsi menuntun jalan kehidupan manusia, sedangkan kauniyah
menjadi sarana manusia dalam memakmurkan alam ini.