Diakui atau tidak, krisis multidimensional yang melanda negeri ini
membuka mata kita terhadap mutu pendidikan manusia Indonesia. Pun dengan sumber
daya manusia hasil pendidikan yang ada di negeri ini. Memang, penyebab krisis
itu sendiri begitu kompleks. Namun tak dipungkiri bahwa penyebab utamanya
adalah sumber daya manusia itu sendiriyang kurang bermutu. Jangan harap bicara
soal profesionalisme, terkadang sikap manusia Indonesia yang paling merisaukan
adalah seringnya bertindak tanpa moralitas.
Dalam sebuah penelitian, diuangkapkan bahwa produktivitas manusia
Indonesia begitu rendah. Hal ini dikarenakan kurang percaya diri, kurang
kompetitif, kurang kreatif dan sulit berprakarsa sendiri. Tentunya, hal itu
disebabkan oleh sistem pendidikanyang top down, dan yang tidak mengembangkan
inovasi dan kreativitas.
Memang dewasa ini, sepertinya pendidikan seakan mengalami kemajuan
dengan pertumbuhan sarjana, pascasarjana hingga doktor di berbagai bidang dan
munculnya gedung-gedung sekolah hingga perguruan tinggiyang cukup mewah.
Sayangnya, hingga kini pendidikan tidak bisa diakses secara merata oleh
penduduk Indonesia.
** + **
Guru memiliki peran yang amat penting bagi proses pendidikan.
Demikian penting sampai John Goodlad, Ketua Asosiasi Kepala Sekolah di Amerika
Serikat suatu saat berujar, "Manakala guru sudah masuk ke ruang kelas dan
menutup pintu kelas itu, dialah yang akan menentukan apakah proses belajar hari
itu berjalan dengan baik atau tidak, dapat mencapai tujuan atau tidak."
Lebih-lebih di sekolah dasar, guru memiliki peran yang amat penting dalam
proses pendidikan bagi para siswa di usia yang amat menentukan bagi pendewasaan
mereka. Meski banyak pihak mengakui peran penting guru dalam proses pendidikan,
guru kita hingga saat ini belum sepenuhnya mendapatkan perhatian yang layak
dilihat dari sisi kesejahteraan dan peningkatan profesionalisme.
Banyak program pendidikan baru yang inovatif diberlakukan oleh
pemerintah dalam waktu paling tidak lima tahun terakhir ini, seperti broad
based education, life skills, manajemen pendidikan berbasis sekolah, Contextual
Teaching Learning (CTL), evaluasi belajar model portofolio, dan yang terakhir
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Semua itu kurang atau bahkan tidak
mengikutsertakan guru sebagai variabel penting dalam pelaksanaan
program-program itu, padahal semua program baru itu bertujuan meningkatkan
kualitas pendidikan di negeri ini.
Dengan banyaknya program baru itu, semestinya para guru kita
didorong untuk memiliki profesionalisme yang lebih tinggi. Hal itu juga diikuti
kesejahteraan yang lebih memadai. Kenyataan tidaklah seperti itu. Banyaknya
program baru itu justru menambah beban kerja guru. Karena guru belum atau tidak
mengerti secara sempurna terhadap berbagai inovasi pendidikan itu. Akibatnya,
mereka berada dalam ketidakmenentuan profesi ketika harus
melakukanprogram-program inovatif di tempat kerja masing-masing.
Profesionalisme Guru di Era IT (Information Technology)
Saat ini kita hidup pada era knowledge based economy. Artinya
sistem ekonomi secara global berjalan berdasarkan kaidah-kaidah ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dampaknya, negarayang memiliki dan menguasai ilmu
pengetahuan yang kuat akan menguasai ekonomi. Mengapa demikian? Karena dengan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebuah bangsa akan memiliki daya
saingyang tinggi di tengah-tengah bangsa lain. Jika sebuah bangsa memiliki daya
saing yang tinggi, ia dapat dipastikan bisa menguasai dunia secara
ekonomi.Negara-negara seperti Jepang, Jerman, Amerika Serikat, Korea,
Singapura, dan Australia memiliki perekonomianyang jauh lebih baik dibandingkan
dengan perekonomian kita. Sebab, negara-negara tersebut menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Dengan guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi, pendidikan
akan bisa ditingkatkan kualitasnya. Kualitas pendidikan yang baik pada akhirnya
akan meningkatkan daya saing bangsa melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Untuk bisa menjamin terjadinya penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bangsa ini mau tidak mau ke depan harus meningkatkan
profesionalismeguru. Jika ini harus
dilakukan, kita harus memperhatikan syarat-syarat terjadinya profesionalisme
yang perlu dimiliki para guru kita. Antara lain, menurut Houle, harus memiliki
landasan pengetahuan yang kuat, berdasarkan atas kompetensi in dividual (bukan
atas dasar KKN), memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, dan ada kerja sama
dan kompetisiyang sehat antarsejawat.
Selain itu, ada kesadaran profesional yang tinggi,
memiliki prinsip-prinsip etik (kode etik), memiliki sistem sanksi profesi, ada
militansi individual, dan memiliki organisasi profesi. Dari syarat-syarat yang
harus dimiliki guru agar mereka termasuk dalam kategori profesional tersebut,
tentu perlu ada sistem peningkatan pengetahuan bagi guru secara tersistem dan
berkelanjutan. Pendek kata, perlu ada in service training yang baik bagi para
guru kita.
Di Singapura, para guru selalu mendapatkan pelatihan dalam bidang
pengetahuan dan keterampilan baru yang diperlukan oleh guru sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap tahun mereka mendapatkan
hak untuk memperoleh in service training selama 33 jam. Itulah sebabnya guru di
sana selalu bisa dipertahankan profesionalismenya. Dengan begitu, mutu
pendidikan di "negara kota" itu menduduki peringkat kedua setelah
Korea Selatan di antara 12 negara di Asia.
Teknologi Informasi Dan Pendidikan Di Indonesia
Bangsa Indonesia - Sepanjang perjalanannya selalu diwarnai oleh
upaya-upaya peningkatan mutu pendidikan oleh pihak pemerintah yang silih
berganti. Namun pengalaman empiris bangsa kita telah membuktikan - ketidak
jelasan arah kebijakan pendidikan Pendidikan di Indonesia membawa kepada
terjadinya involusi pendidikan. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah kerapkali
bersifat “Jalan pintas”, semisalkan yang masih “hangat” adalah penetapan angka
batas minimal kelulusan UN dengan nilai sebesar 5,5.
Kebijakan yang tidak bijak ini adalah refleksi sikap pragmatis pemerintah yang
tidak mau direpotkan oleh faktor-faktor non-struktural dan menganakemaskan
hasil daripada proses. Apa yang akan terjadi melalui kebijakan output sentris
ini? Para siswa justru akan mencari rumus-rumus “jalan pintas” untuk menjawab
dengan soal dengan paradigma “yang penting benar”, bukannya menjawab soal
dengan uraian yang sistematik dan rasional. Hakikat filosofis pendidikan
sebagai “pencerah” yang telah terlupakan menjadi semakin terkubur.
Apabila kita amati dengan seksama, apa sebenarnya yang menjadi inti
permasalahan pada dunia pendidikan, mungkin jauh lebih sulit dari menggantang
asap. Berbagai hal dapat saja dipersalahkan sebagai pokok masalah yang
menghambat kemajuan dunia pendidikan di Indonesia. Namun demikian, yang
jelas-jelas dapat kita temukan sebagai suatu kecacatan ialah proses
“belajar-mengajar konvensional” yang mengandalkan tatap muka antara guru dan
murid, dosen dengan mahasiswa, pelatih dengan peserta latihan, bagaimanapun
merupakan sasaran empuk yang paling mudah menjadi sasaran bagi suara-suara kritis
yang menghendaki peningkatan kualitas pada dunia pendidikan.
Meningkatkan Mutu Pendidikan di Indonesia dengan bantuan IT
Pendidikan di Indonesia adalah salah satu yang termahal di dunia.
Jadi sungguh kasihan anak-anak Indonesia saat ini yang orang tuanya tidak
mampu. Padahal pendidikan yang baik adalah kunci kelak di saat mulai terjun ke
dunia pekerjaan. Parahnya lagi, belum tentu juga biaya yang makin mahal berarti
pendidikan yang makin bagus. Salah satu penyebabnya adalah karena banyak pihak
yang mulai membisniskan pendidikan ini. Memang jika dilihat dari jumlah anak-anak
di Indonesia, angkanya tidak sebanding dengan jumlah sekolah yang ada. Sehingga
sangat masuk akal jika hal ini dilirik pelaku-pelaku bisnis.Sebenarnya, mutu
pendidikan yang baik tidak selalu identik dengan harga yang mahal. Salah
satunya adalah dengan mendayagunakan IT (Information Technology) untuk
mendongkrak mutu sekolah-sekolah di Indonesia. Urusan pendidikan menggunakan media IT sebenarnya
sudah jamak dilakukan di perusahaan-perusahaan maju.
Simpulan
Profesionalisme guru diera IT (Information Technology) diperlukan
karena negara yang kuat adalah negara yang memiliki pondasi ekonomi yang kuat
dan didukung dengan penguasaan Ilmu pengetahuan serta teknologi, sebagai contoh
Amerika Serikat, Australia, Korea Selatan, dan yang tidak begitu jauh saudara
serumpun yaitu Malaysia serta Singapura.
Sekarang pemerintah menetapkan hasil akhir yang harus dicapai bukan
bagaimana hasil itu berjalan dan diproses, sehingga para siswa mencari jalan
pintas untuk mencarai output yang baik. Inefektifitas adalah kata yang cocok
untuk menggambarkan pola sistem pendidikan kita sekarang, sebab seiring dengan
perkembangan zaman, pertukaran informasi menjadi semakin cepat dan instan,
namun institut yang masih menggunakan sistem tradisional ini mengajar (di
jenjang sekolah tinggi kita anggap memberikan informasi) dengan sangat lambat
dan tidak seiring dengan perkembangan IT dan mobilitas Informasi itu sendiri.
Mutu pendidikan yang baik tidak selalu identik dengan harga yang
mahal. Salah satunya adalah dengan mendayagunakan IT (Information Technology)
untuk mendongkrak mutu sekolah-sekolah di Indonesia. Setelah semua terpenuhi
maka pihak lembaga pendidikan bisa bekerjasama dengan Operator Telekomunikasi
serta vendor-vendor IT serta beberapa penerbit untuk memberikan pelayanan
kepada siswanya dan masyarakat.
Saran
Apabila kita amati dengan seksama, apa
sebenarnya yang menjadi inti permasalahan pada dunia pendidikan, mungkin jauh
lebih sulit dari menggantang asap. Berbagai hal dapat saja dipersalahkan
sebagai pokok masalah yang menghambat kemajuan dunia pendidikan di Indonesia.
Namun demikian, yang jelas-jelas dapat kita temukan sebagai suatu kecacatan
ialah proses “belajar-mengajar konvensional” yang mengandalkan tatap muka
antara guru dan murid, dosen dengan mahasiswa, pelatih dengan peserta latihan,
bagaimanapun merupakan sasaran empuk yang paling mudah menjadi sasaran bagi
suara-suara kritis yang menghendaki peningkatan kualitas pada dunia pendidikan.
Sistem konvensional ini seharusnya sudah ditinggalkan sejak ditemukannya media
komunikasi multimedia. Karena sifat Internet yang dapat dihubungi setiap saat,
artinya siswa dapat memanfaatkan program-program pendidikan yang disediakan di
jaringan Internet kapan saja sesuai dengan waktu luang mereka sehingga kendala
ruang dan waktu yang mereka hadapi untuk mencari Informasi sebagai sumber
belajar dapat teratasi. Dengan perkembangan pesat di bidang teknologi
telekomunikasi, multimedia, dan informasi; mendengarkan ceramah, mencatat di
atas kertas sudah tentu ketinggalan zaman.
0 komentar:
Posting Komentar